Selasa, 29 Agustus 2017

“Anglingdarma”

“Anglingdarma”

Telah mengantar penumpang

Seingat saya, angkutan ini pernah muncul kira-kira pada era tahun 80 an. Dengan sebutan yang cukup keren yaitu “anglingdarma singkatan dari angkutan lingkungan dari masyarakat”. Murni kreatifitas warga masyarakat. Tapi tidak berkembang dan tidak direstui, karena tidak sesuai dengan standar dan aturan pemerintah yang ada pada waktu itu. 


Mangkal bareng-bareng sama pesaing
Angkutan ini dibuat oleh bengkel biasa, bukan pabrik tentunya kitapun tahu mereka tidak menggunakan standar hitungan matematis, seperti halnya produk pabrikan. Bentuknyapun cukup sederhana, setengah sepeda motor, dan setengah becak. Pengemudi berada didepan (seperti menaiki sepeda motor biasa), penumpang ada dibelakang pengemudi, cukup 2 orang (seperti halnya penump[ang becak), tapi ini lebih aman dibanding becak, karena posisi penumpang ada di belakang pengemudi.



Bersaing dengan sehat

Jika kita lihat bentuknya, nampak mesinnya seperti mesin “salju” atau “asal maju” he he he, merk kawinan antara motor Jepang dan motor China. Walau begitu “anglingdarma” ini cukup banyak membantu kepada masyarakat disekitar Kemayoran khususnya di stasiun Kemayoran, untuk mengantarkan penumpangnya ketempat tujuan yang tidak jauh dari tempat mangkalnya di stasiun Kemayoran, tentunya dengan ongkos yang cukup murah. Keuntungannya angkutan ini bisa meliuk-liuk di gang sempit.
Menurunkan penumpang

Lebih dari itu, angkutan ini sangat berjasa bagi pengemudinya, bisa menafkahi keluarganya dengan halal, memberi makan dan menyekolahkan anak-anak mereka disini di Jakarta. Sungguh berat untuk mencari nafkah dijalan raya seperti di Jakarta ini, harus bersaing keras dengan angkutan lain seperti bajaj, ojeg pangkalan, ojeg online, mikrolet, Metro Mini dan yang lainnya. Terima kasih.

Mudah-mudahan ulasan sederhana ini bermanfaat bagi semua.
Karawang, 29 Agustus 2017.




























Jumat, 25 Agustus 2017

Atlit Karawang Peraih Perak Di Thailand

Atlit Karawang Peraih Perak Di Thailand

Perak untuk Karawang...untuk Indonesia.

Nama yang dikenal adalah Fifi padahal nama aslinya Nazma Alvia Ramada kelahiran Kota Karawang Provinsi Jawa Barat, tanggal 30 November 2002 dari pasangan orang tua Bapak Oktafianto dan Ibu Alia Maedina. Pada turnamen antar Sekolah Olah Raga se ASEAN yang diselenggarakan pada tanggal 26 juli hingga tanggal 4 Agustus 2017, yang diselenggarakan di Kota Nakhon Sawan Thailand kurang lebih 250 Km dari Bangkok. Adapun Negara ASEAN yang mengirimkan wakilnya untuk ikut turnamen ini adalah negara Singapura, Malaysia, Brunei Darusalam, dan Thailand selaku tuan rumah.
Bergaya sebelum bertanding


Pada turnamen ini, Fifi mendapatkan mendali perak untuk jenis olah raga lontar martil dengan lemparan sejauh 30 meter, dan mendali emas diraih oleh atlit dari tuan rumah Thailand. Fifi atlit dari Kota Karawang bisa ikut turnamen tersebut, karena Fifi sekarang bersekolah di Sekolah Khusus Olah Raga di Ragunan Jakarta, sebelumnya Fifi sekolah di SMPN I Karawang.



Bersama atlit Thailand


Mudah-mudahan prestasi ini bisa memotifikasi dirinya dan stakeholder yang terkait dibidang olah raga baik di Pusat dan Daerah, khususnya Kota Karawang, agar lebih focus membina atlit-atlit muda di Kota Karawang untuk lebih berprestasi di dalam, maupun di luar negeri untuk mengangkat derajat Bangsa dan Negara. Bravo Fifi, Terimakasih.





Karawang, 25 Agustus 2017.

Senin, 21 Agustus 2017

Turnamen Sepak Bola Lubang Sari Karawang Wetan 2017

Turnamen Sepak Bola Lubang Sari Karawang Wetan


Numero Uno

Dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 72. Karang Taruna Lubang Sari Karawang Wetan mengadakan turnamen sepak bola untuk anak-anak di lingkungan kampung Lubang Sari. 
RT.04 Bpk Jono dan Bpk. Dedi Iskandar foto bersama pemenang
Turnamen ini diikuti oleh tim yang terdiri dari anak-anak warga kampung Lubang Sari dan sekitarnya. Setelah di bagi tim seluruhnya ada 6 tim dengan nama 1.Iremal. 2.Aremal. 3.Boboboy. 4.Malehoy. 5.Meteor. 6.Matahari.
Arahan dari wasit sebelum bertanding

Turnamen ini terselenggara atas dukungan warga kampung Lubang Sari sendiri dan sponsor tunggal yaitu bapak Dedi Iskandar selaku pimpinan redaksi  Tatar Karawang. Tujuan turnamen selain untuk memperingati Hari Kemerdekaan, juga mencari bibit sepak bola di lingkungan kampung Lubang Sari Karawang Wetan. 
Juara 1






Ternyata banyak anak-anak dari Kampung Lubang Sari yang berbakat main sepak bola, mudah-mudahan kedepannya, mereka dapat menjadi pemain handal untuk klub Persika Karawang.
Tokoh Pemuda Lubang Sari sdr. Pandi memimpin do'a
Turnamen berlangsung kurang lebih 2 minggu, dengan juara 1. Tim Iremal, juara 2. Tim  Aremal dan juara 3. Tim Boboboy. Pembagian hadiah langsung diberikan oleh aparat dan tokoh masyarakat kampung Lubang Sari serta bapak Dedi Iskandar.
Pembagian Hadiah

Lapangan yang digunakan adalah sawah yang sudah dipanen beberapa hari yang lalu, tentu tidak standar sebagaimana lapangan rumput ditempat lain. Tapi tidak menjadi masalah, pemain dan panitia bersemangat menyelenggarakan turnamen ini. Mereka meneladani semangat para pahlawan kita untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan ini. Hidup Indonesia.  Terimakasih.

Karawang, 20 agustus 2017.


Senin, 14 Agustus 2017

“ Ngasag ”

“ Ngasag ”

dengan sabar mengumpulkan segenggam padi


Mungkin kita baru pertama kali mendengar kata “ngasag”. Kata ini digunakan oleh para petani di sekitar  Kota Karawang yang berarti “mencari sisa-sisa sebatang atau dua tangkai padi di sawah yang sudah panen”. Tentunya tidak akan banyak yang didapat oleh petani yang “ngasag”, satu kotak sawah kira-kira hanya segenggam saja. Apalagi dengan jaman sekarang, panen sudah ada yang menggunakan mesin modern seperti nampak di gambar. Hasil panen dengan mesin modern pasti tidak akan menyisakan sebatang atau dua batangkai tangkai padi yang tertinggal. Pasti bersih disedot oleh mesin semua, keluar dari mesin padi sudah terbungkus karung.  
Hanya dapat segenggam

Nampak dua orang ibu-ibu warga Kampung Lubang Sari Karawang Wetan yang sedang “ngasag” mencari setangkai dua tangkai padi yang tertinggal, ditangannya ada segenggam padi hasil “ngasag” sejak pagi hingga siang hari. “ hanya segini.....lumayan..., maseh ada sisa-sisa panen kemaren, karena masih menggunakan sabit, kalo memakai mesin mah panennya saya ngga kebagian “ngasag” tutur beliau dengan polos.
Segenggam demi segenggam dikumpulkan

Memang disatu sisi teknologi mempermudah manusia untuk melakukan aktifitasnya, seperti panen padi, memakai mesin modern, dalam bebrapa jam hektar sawah dapat dipanen dengan hitungan jam, dan tidak perlu mengerah orang banyak, cukup dua atau tiga orang operator untuk menggerakkan mesin, sudah cukup, sangat efisien dari segi waktu, biaya dan tenaga. Hasilnyapun mudah kita terka, hasil panen akan bertambah, karena semua padi terpotong oleh mesin dan langsung diproses hingga keluar sudah dalam karung, ditimbang dan langsung dijual.
Mesin panen modern sedang bekerja

Modernisasi dari alat pertanian, mempunyai nilai plus minus. Hilangnya “ngasag”, maka hilangnya salah satu fungsi sosial dari sepetak atau dua petak sawah yang sudah turun temurun dilakukan. Padahal sawah dapat memberdayakan masyarakat banyak dengan kegiatan panen tanpa mesin (padat karya). Karena masih banyak warga kita yang masih perlu bantuan dalam pengupayaan penghidupannya seperti dua orang ibu-ibu yang sedang “ngasag” tadi.
Hasilnya berbeda dengan panen pakai sabit

Mudah-mudahan tulisan sederhana ini berguna bagi kita, terimakasih.


Karawang, 14 Agustus 2017. 

Rabu, 02 Agustus 2017

Semangat 17 Agustus di Kampung Lubang Sari Karawang Wetan.



Semangat 17 Agustus di Kampung Lubang Sari Karawang Wetan.
Walau sederhana tapi syarat makna

Semangat 17 Agustus di kampung Lubang Sari Karawang Wetan, sepertinya berbeda dengan tempat lain, perlu di acungi jempol, apa sebabnya…, karena tiap memasuki bulan agustus warganya dengan penuh kesadaran tanpa ada menyuruh baik dari RT dan RW setempat atau dari Kelurahan untuk memasang bendera merah putih dan ditambah dengan umbul-umbul warna-warni.

Tidak ada patokan warna

Kegiatan sudah berlangsung lama di kampung ini, setelah tokoh masyarakat kampong Lubang Sari Bapak (Alm) Kamsi Sujiwa bertutur sangat sederhana “ urang mah teu ngalaman dikepung-kepung Walanda, atawa disiksa ku Jepang, tibang masang bandera tiap agustus kudu dititah wae ku aparat, sing hideng sorangan wae (kita mah tidak ngalamin dikepung-kepung Belanda, atau disiksa Jepang, hanya masang bendera aja harus disuruh ama aparat, sadar sendiri aja)”.

Semenjak itu warga kampung Lubang Sari memasang bendera dengan sendirinya tiap memasuki bulan agustus, tanpa nunggu himbauan atau arahan  dari aparat Pemerintah setempat. Dan tentunya pada hari H nya selalu diisi oleh acara permainan yang sangat sederhana, sebagaimana kegiatan 17 Agustus di tempat lain. Kegiatannya diikuti oleh warga setempat tua muda khususnya anak-anak, seperti permainan balap karung, lomba kelereng, pukul kendi dan lain sebagai. 

Biaya tidak jadi masalah
Dirgahayu Indonesia Republik Tercinta ini mugia Tuhan YME memberkahi dan melindungi dari mara bahaya, dan semoga rakyat mu makmur, sejahtera,  damai dan sentosa. Terima kasih.


Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat bagi semua.

Karawang, 1 Agustus 2017.