Sabtu, 13 Oktober 2018

Karang Pawitan II di Kota Karawang


Karang Pawitan II di Kota Karawang
Kang Ombi tekun memberi makan dan minum

Seorang anak yg suka binatang peliharaan
Pada awalnya lapangan Karang Pawitan hanya diperuntukan untuk saran olah raga bagi warga kota Karawang dan sekitarnya, juga untuk upacara 17 agustus selalu dilapangan ini di pusatkan nya. Tetapi sekarang berubah dengan seiringnya bertambah jumlah penduduk kota Karawang, hingga sudah hampir jenuh dengan isi kegiatan dan selalu penuh oleh pengunjung yang datang ke lapangan Karang Pawitan, karena banyak pilihan untuk berkunjung ke lapangan ini bukan hanya untuk berolah raga tetapi berburu makanan atau jajanan yang banyak ragam sedia disini dari baso, mie ayam, mie aceh, martabak telor, martabak bangka dan lainnya, maupun hanya mengantar anak-anak untuk bermain mobil-mobilan, naik beca mini, atau motor mini.
Kandang sulit dibersihkan karena monyet sensitif
Masih ada kandang yang kosong

Makanya dibuat lapangan Karang Pawitan II letaknya tidak jauh dari lapangan Karang Pawitan I seberang saluran irigasi. Dengan fasilitas tidak jauh beda dengan lapangan Karang Pawitan I, seperti dibuatkannya jalur melingkar untuk olah raga lari atau untuk olah raga sepada sepatu roda yang cukup banyak peminatnya. Bedanya di lapangan Karang Pawitan I sudah banyak lapak pedagang kaki lima, disini masih terbilang dengan jari. Hanya saja akses kesana agak terhalang oleh banyak bangunan yang berdiri pinggir tanggul saluran irigasi, sebaiknya dibuatkan gapura sebagai tanda agar mudah dilihat oleh warga yang akan berkunjung kesana.
lapangan yg luas dan rapih
Pintu masuk tidak nampak jelas
Hanya segelintir pedagang kaki lima

Juga fasilitas kebun binatang kecil dibuatkan juga untuk daya tarik bagi anak-anak berkunjung kelapangan ini seperti kandang monyet baru terisi 5-6 kandang dengan jumlah monyet sebanyak 7 ekor monyet berbulu abu-abu. Menurut pengurusnya kang Ombi ”belum semua binatang yang ada di lapangan Karang Pawitan I dipindah ke sini, baru monyet saja”.

Kang sudah berpengalaman mengurus binatang primata ini, tiap hari memberikan makanan dan minum, hanya kecurigaan monyet terlalu tinggi, hingga sulit untuk membersihkan kandangnya yang kotor, hingga terkesan mengurusnya tidak serius, padahal kang Ombi mengurus dengan serius hanya saja monyetnya yang curiga terlalu tinggi hingga gagal paham......he he he. Hingga perlu inovasi sederhana untuk membersihkan kandangnya tanpa ada gangguan dari penghuninya. Padahal kang Ombi sudah lama mengurus mereka harusnya sudah mengenal, tapi tetap monyet... curiganya tinggi sekali dan susah diatur..........he he he.  
 Cabang olah raga sepatu roda tinggal pakai

Terlepas dari permasalah itu, saya selaku warga kota Karawang mengucapkan terima kasih atas fasilitas yang sudah disediakan dan dipikirkan untuk warga kota Karawang, tentunya tidak mudah untuk memeliharanya dibanding membangunnya.


Mudah-mudah tulisan sederhana ini bermanfaat bagi kita semua, terima kasih.
Karawang, 13 Oktober 2018.



Jumat, 12 Oktober 2018

Filosofi Pohon Bambu Dalam Dunia Politik





Filosofi Pohon Bambu Dalam Dunia Politik
Puhu atau pangkalnya pohon bambu tidak bergeser walaupun ada angin besar

Pohon bambu pohon yang sangat familiar dengan warga kita, karena hampir di pelosok negeri kita pohon bambu bisa tumbuh dengan subur. Pohon bambu banyak jenisnya kurang lebih 150 jenis bambu yang tumbuh di negeri kita. Kegunaannya beragam seperti untuk pagar, tiang rumah, dinding rumah, plafon rumah, rakit, tali, alat musik, alat untuk keperluan rumah tangga ( sebelum plastik merajalela bambu merupakan bahan utama untuk alat rumah tangga ), bahkan untuk bahan makanan dan sayuran seperti rebung/iwung atau bambu muda.
Alam memberikan pembelajaran untuk bijaksana


Selain itu pohon bambu mempunyai filosofi untuk kita pikirkan dan praktek dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam kehidupan berpolitik seperti tahun depan karena tahun 2019 adalah tahun pemilihan Presiden negeri kita ini.

Seperti pengalaman yang sudah-sudah setiap ada pemilihan umum baik itu untuk pemilihan anggota Dewan, Bupati, Gubernur atau Presiden selalu diikuti oleh kegaduhan-kegaduhan yang bisa memancing terpecahnya keragaman, keguyuban, keharmonisan dan kekeluargaan bangsa yang sudah terbina ratusan tahun ke belakang.
Ujung pohon bambu yang selalu beradu

Umumnya kegaduhan-kegaduhan terjadinya di akar rumput atau di kalangan bawah, di kalangan atas atau kalangan elite hampir tidak pernah terjadi kegaduhan seperti kegaduhan yang terjadi di kalangan bawah atau masyarakat biasa. Tidak boleh mendengar isue-isue atau pendapat yang miring sedikit...langsung gaduh. Lebih miris lagi kegaduhan diikuti oleh tindakan anarkis....., sungguh memprihatinkan dan memalukan sebagai bangsa yang mempunyai budaya toleransi tinggi yang sudah hidup dalam prikehidupan berbangsa dan bernegara sejak dahulu kala, kalah oleh kepentingan sesaat dan terbatas.

Ini sudah digambarkan atau diperlihatkan oleh pohon bambu yang tumbuh di sekitar kita, tapi luput dari perhatian kita. Tentunya kita akan bertanya dimana letak pembelajaran pohon bambu kepada kita ?????.
Ujungnya dibaratkan rakyat kecil yg selalu beradu

Menurut “elmu kirata”, bila kita dekat atau tinggal dekat serumpunan pohon bambu, kita sering mendengar suara-suara krak-krak yang dihasilkan oleh  gesekan-gesekan ujung pohon bambu yang tertiup angin, bahkan ada ujung batang atau ujung bambu yang patah akibat gesekan itu. Dengan tiupan yang kecilpun ujung bambu selalu bergesekan, apalagi dengan tiupan angin yang kencang gesekannya akan mengeluarkan bunyi yang keras, bila terjadi dimalam hari akan menakutkan, tetapi puhu atau pangkal pohon bambu tidak bergeser sedikitpun walaupun angin bertiup sangat kencang tetap diam ditempatnya. 

Dalam kehidupan berpolitik, khsususnya dalam menghadapi pemilihan umum, yang selalu diikuti oleh kegaduhan yang sering terjadi di kalangan bawah atau dimasyarakat langsung, bahkan tidak sedikit berujung kepada bentrok fisik secara langsung hingga berdarah-darah untuk membela kepentingan yang sesaat, atau membela kepentingan satu warna padahal kita hidup berwarna sejak dulu kala. Di kalangan atas atau kalangan elite apakah sama dengan gaduhnya dengan kalangan bawah..., tentu tidak mereka bahkan bisa duduk bareng, ngobrol bareng, ngopi bareng seperti tidak ada permasalah diantaranya, bahkan mengeluarkan darah setetespun mereka tidak pernah, saya kira sudah cukup darah yang diteteskan oleh bangsa kita sewaktu bangsa ingin lepas dari belenggu penjajahan, jangan ditambah dengan tetesan darah yang kiranya tidak perlu.

Melalui tulisan sederhana ini saya ingin menyampaikan harapan kepada semua lapisan masyarakat, kalangan elite atau kalangan bawah hendaknya bisa menempatkan prilaku yang bijak dan santun terhadap isue-isue yang beredar di tengah-tengah masyarakat berkaitan dengan pemilihan umum, jago yang diusung atau warna yang dipakai. Khususnya golongan masyarakat yang tidak mempunyai kepentingan secara langsung, hanya mempunyai kewajiban untuk datang Tempat Pemungutan Suara atau TPS dan menyoblos pilihannya, tanpa harus di sampaikan pilihannya secara terbuka ke masyarakat, karena siapapun yang jadi Presiden, Gubernur atau Bupati itu pemimpin masyarakat semua tanpa kecuali, pilihan kita semua, kita dukung semua program-program beliau, karena kita harus yakin bahwa tidak ada pemimpin bangsa kita yang akan menjerumuskan rakyatnya ke jurang kemiskinan.

Mudah-mudahan opini ini bermanfaat bagi kita semua dan tidak ada maksud untuk menggurui. Terima kasih.

Karawang, 23 September 2018.