Minggu, 27 Desember 2015

Face Satan (wajah Setan)


  “Face Satan….(wajah setan) ??? atau menurut mata penglihatan anda gambar ini mirip gambar apa ???, apa… gambar Setan…???, gambar…Gajah dengan belalainya…?, gambar tokoh pewayangan petruk dengan hidung panjangnya atau pinokio….., gambar ini diambil diatas Gunung Ungaran Semarang, pada sore hari tanggal 22 desember 2015, dengan kamera hp zenfone 2.



Add caption

Sabtu, 26 Desember 2015

Sungai Citarum di Kota Karawang



SUNGAI CITARUM JANGAN SEPERTI SUNGAI CILIWUNG



Sungai citarum merupakan salah satu sungai besar dan terpanjang 
di Propinsi Jawa Barat, mengalir dari selatan Propinsi Jawa Barat menuju utara, ber muara di laut jawa, hulu sungai ini dari Gunung Wayang yang berada di wilayah Bandung.





Kondisi sangat ini berbeda dengan tahun 70 an, air masih jernih dan bersih, layak untuk dikosumsi, seiring dengan kemajuan jaman seharusnya lebih baik, tetapi malah sebaliknya, air citarum sekarang sudah sangat tercemar dari berbagai sumber pencemar seperti Industri besar dan kecil, sampah dan  limbah rumah tangga baik yang berada di sekitar kota Karawang, maupun dari kota Bandung dan kota Purwakarta, sulit sekali untuk menentukan siapa yang bertanggungjawab terhadap pencemaran ini.


Logikanya pada tahun 70 an, keadaan ekonomi belum semaju ini, tapi mutu kebersihan sungai citarum terjaga dengan baik, sekarang mutu kebersihan sungai citarum makin menurun, padahal kemajuan ekonomi sekarang lebih baik dibanding dengan tahun 70 an , begitu pula dengan kemajuan teknologinya lebih canggih lagi dibanding teknologi tahun 70 an.


radyanprasetyo.blogspot.com
Saya selaku orang kota Karawang punya kekhawatiran terhadap perubahan ekosistem sungai citarum ini, bukan hanya air nya tercemar, tapi bantaran kalinyapun sudah ada yang ngaranjah, melihat hal ini, saya punya pikiran jelek “jangan jangan sungai citarum ini, nasibnya sama dengan sungai ciliwung”.


lipsus.kompas.com

Maka dari itu, saya berharap kepada Pemda Karawang agar segera mengantisipasi resiko resiko yang akan terjadi apabila hal ini dibiarkan, agar resiko resiko tidak manjadi masalah yang lebih rumit dikemudian seperti di sungai ciliwung dan bantarannya, seperti pembentukan Dinas Khusus yang mengelola limbah Industri dan Rumah Tangga, alangkah bijaksananya apabila kita bercermin kepada “tragedi Minamata di Jepang pada tahun 1956”, kurang lebih 900 orang meninggal dunia dan 2000 an orang menderita, dan baru 50 tahun kemudian hasil lautnya bisa kosumsi kembali oleh masyarakat Jepang.



Karawang,  Desember 2015.



Lili Yuliadi.

Rabu, 09 Desember 2015

Kongres Ke II Jeki Siang dan Jeki Malam Bagian Keenam Tentang Pemimpin bermental “budak angon”




Kongres Ke II Jeki Siang dan Jeki Malam


Kongres Jeki Siang dan Jeki Malam Tidak kalah seru dengan ILC

Bagian Keenam
Tentang  Pemimpin bermental “budak angon”


Jeki Siang yang sedang asik mencabuti jenggot kecil yang tumbuh disekitar dagunya, mendadak kaget yang cukup luar biasa hingga beliau tidak bisa mengeluarkan suara dengan jelas, hanya tangannya yang menunjuk nunjuk ke arah bayangan putih yang mendekati ke Pos Ronda tempat mereka kongres.
Jeki Malam melihat temannya seperti itu ketakutan akan sesuatu. “ Jek..,Jek... ada apa..??” tanya Jeki Malam berteriak, diikuti tangannya menggoyang goyangkan badan Jeki Siang yang agak kaku karena katakutan, “poc..poc...pocoooong” ujar Jeki Siang dengan suara yang lemah dan langsung semaput.
Apa yang ditunjukkan Jeki Siang, memang dari kejauhan nampak bayangan putih yang bergerak lambat menuju Pos Ronda. Melihat hal ini.., Jeki Malam langsung mulutnya komat kamit, Pemirsa budiman jangan tanya apa yang dikomat kamitin sama Jeki Malam, mohon maaf, saya selaku penulispun tidak tahu yang yang dikomat kamitin sama beliau, sudah lah..., itu mah urusan Jeki Malam.
Bayangan putih makin mendekat, mulut jeki Malampun bertambah kencang komat kamitnya, muka sudah pucat, keringat dingin dimana mana “waduh sialan jampe ane ngga menpan..., gimana neh...” Jeki Malam setengah putus asa, bayangan putih tidak hilang malah makin mendekat, jeki Malam sudah ancang ancang mau kabur, “kabur kemana ya..??, kesana..gelap, kesini...gelap” pikiran Jeki Malam galau. “Assajiiiiiimmmmm” Jeki Malam kaget dengan mata melotot, mulut terbuka, detak jantungnya berhenti, Pemirsa budiman karena saking takutnya Jeki Malam harusnya menyebut astaghfirullah hal adzim jadi Assajiiiiiimmmmm he’he’he’.
Anehnya kejadian ini tidak mengganggu kekhusuan Pa RT Junot dalam tidurnya,  dan Mang Juneh Pantes masih tekun memijat badan Pa RT Junot, bagi Pa RT Junot yang sedang tidur pulas, mungkin tidak terdengar suara kedua Jeki ini, bagi Mang Juneh Pantes dianggapnya mereka berdua sedang ngobrol seru, ternyata setelah bayangan putih terlihat dengan jelas, yang disangka pocong oleh Jeki siang  adalah Pa Guru Didi Mulyadi Samidi, yang datang ke Pos Ronda, dengan sengaja sarungnya yang berwarna putih di kerudungkan pada seluruh badannya, bukan untuk menakut nakuti mereka yang kongres di Pos Ronda, tetapi untuk sekadar menahan hawa dingin malam.

 “Jeki.. kenapa mata kamu melototin saya, emang kamu sudah ngga kenal lagi ama saya” kata Pa Guru Didi Mulyadi Samidi dengan heran melihat Jeki Malam seperti yang tidak mengenalnya, padahal bertemu dengan jeki Malam baru siang tadi, waktu memberikan beberapa buku usang kepadanya, “Jeki nyebut..nyebut” kata Pa Guru Samidi memberi perintah, alam pikiran Jeki Malam mulai sadar “nyebut..nyebut...” Jeki Malam mengikuti perintah Pa Guru Didi Mulyadi Samidi, “ jeki tarik napas..., keluarin pelan pelan” perintah ulang ke Jeki Malam, “nah sekarang gimana dah baikan” tanya Pa Guru Didi Mulyadi Samidi, “ sudah Pa” jawab Jeki Malam.
“Ada apa seh kamu bisa begitu..., ada yang ditakutin..??” tanya Pa Guru Didi Mulyadi Samidi, “iy..iy...ya betul Pa Guru, saya kira yang datang kesini itu pocong..!, karena serba putih semua, ternyata Pa Guru, he’he’he’ “ jawab Jeki Malam dengan suara yang agak gemetar, terlihat kegembiraan, karena jantungnya berdetak kembali, mukanya sudah tidak pucat lagi, “maaf Pa Guru, saya sudah menganggap Bapak sebagai pocong.” Jeki Malam berterus terang dan meminta maaf ke gurunya, walaupun Jeki Malam sudah lama lulus dari SD Inpres dimana Pa Guru Didi Mulyadi Samidi mengajar, tetap predikat guru itu tidak luntur oleh waktu dan tempat, “ jadi saya ini dari kejauhan seperti bayangan putih atau pocong yang mendekat ke Pos Ronda hua ha ha “ tanya Pa Guru Didi Mulyadi Samidi sambil tertawa, “betul Pa Guru, sekali lagi saya mohon maaf atas kelancangan saya ini” Jeki Malam tetap meminta maaf, “ sama sama Jek..!, saya juga kenapa sarung ini saya kerudungin ...jadi kamu salah lihat..., hua ha ha “ Pa Guru Didi Mulyadi Samidi memaklumi keadaan.
“Waah Mang Juneh apa khabar neh..., dah lama baru keliatan lagi???” tanya Pa Guru Didi Mulyadi Samidi, mendengar suara Pa guru Didi Mulyadi Samidi, Mang Juneh berhenti sejenak memijatnya, “iya..., Pa Guru..., alhamdullilaaah kabar Mang baik dan sehat” balas Mang Juneh sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Pa Guru Didi Mulyadi Samidi.
Setelah mereka berbasi basi, Pa Guru Didi Mulyadi Samidi memperhatikan posisi Jeki Siang celentang seperti sedang nyenyak, “eehh ini siapa yang tiduran, masih sore sudah tidur” tanya Pa guru Didi Mulyadi Samidi, “ Jeki Siang Pa Guru...” jawab Jeki Malam, “ Pa Guru.., dia bukan tidur, tapi semaput waktu liat bapak datang ke sini pake kerudung putih, disangkanya pocong, he’he’he’”, “ooo si Jeki Siang pingsan..., pantes suara ngga kedengeran he’he’he’, Jekiii..., Jekiii..., kamu mah ngga boleh liat yang aneh aneh” Mang Juneh beri komentar sambil terkekeh, “ dia mah super penakut, makanya dia dinamain Jeki Siang, karena ngga pernah keluar malam..., saking super penakutnya, cuma baru kali ini Mang lihat Jeki Siang keluar malam” kata Mang Juneh Pates membuka rahasia nama Siang di belakang nama Jeki. Mendengar berita Dari Mang Juneh Pantes Jeki Malam dan Pa Guru tertawa hua ha ha ha, apalagi Jeki Malam “ pantes aja.., kalo gitu mah, ane jadi tau rahasianya ha ha ha, “ di kepretin ama air aja mukanya, ntar juga bangun” Mang Juneh Pantes memberi perintah ke Jeki Malam. Jeki Malam langsung mengambil air kemasan Pa RT Junot yang masih tersisa, kemudian diciprat cipratkan ke muka Jeki Siang, kontan matanya terbuka, langsung loncat ke bagian tengah antara Pa Guru Didi Mulyadi Samidi dan Jeki Malam dan berteriak “ ada pocong… ada pocong…”, “ neh pocongnya” saut Jeki Malam sambil menunjuk ke Pa Guru Didi Mulyadi Samidi, “ doraka loe …., Pa Guru disangka pocong he’he’he’ , “ ledek Jeki Malam, “neh… cuci muka ente biar  jelas ngeliatnya” tambah Jeki Malam sambil memberikan air kemasan kepada jeki Siang untuk menbasuh mukanya.
Setelah membasuh mukanya, pangaciannya atau kesadaranya Jeki Malam mulai terkumpul kembali, dengan wajah yang penuh malu terhadap Pa Guru Didi Mulyadi Samidi, Jeki Siang meminta maaf,  “maaf Pa Guru saya salah”, “ ngga apa apa jek..!” saut Pa Guru Didi Mulyadi Samidi, “ tiap orang pasti ada salahnya.., apalagi kondisi gelap kurang penerangan listrik, jangankan kamu Bapak juga bisa salah ngeliat” tambah Pa Guru dedi Samidi.
Pemirsa budiman jangan heran kalau di lingkungan kita sendiri masih ada yang malas memasang lampu untuk penerangan jalan atau penerangan di sekitar lingkungan atau rumah, padahal manfaatnya bukan untuk umum saja, tapi pemilik rumahpun akan menikmati manfaatnya, kadang kalau kita pikirkan akan tojaiah dengan niat pertama sebelum adanya listrik di lingkungan kita, sebelum ada listrik di lingkungan kita selalu berkata “kalau ada listrik di lingkungan kita, akan lebih enak , karena jalan jalan akan lebih terang, anak anak bisa bermain di halaman rumah pada sore atau malam hari tanpa ada rasa takut berlebih, keluar malampun tidak akan takut karena kegelapan”, tapi… ternyata setelah ada listrik di lingkungan kita…, tetap jalan di lingkungan masih seperti dulu yaitu gelap tanpa ada penerangan listrik, dengan alasan yang bermacam macam seperti merasakan lebih mahal bila nanti membayar tagihan listrik. ”lebih bagusnya mereka yang rumahnya dipinggir jalan tanpa disuruh ama aparat RT, mau memasang lampu untuk penerangan jalan manfaatnya sangat banyak dan luar biasa, kalao jalan ini terang, tentunya kamu tidak akan semaput ya…he’he’he’ ” ujar Pa Guru dedi Samidi sambil melirik kearah Jeki Siang , mendengar sindiran oleh Pa Guru, Jeki Siang tersenyum malu dengan kejadian tadi. “ Betul Pa Guru.., mereka harusnya begitu agar kampong kita terlihat aman, asri ngga ada yang ketakutan bila keluar malam”, “ iya …, kayak ente Jeki…he’he’he’ ” Jeki Malam meledek jeki Siang, “  kenapa seh.., ente takut amat ama hantu..??” tanya Jeki Malam …, “ jek..!, hantu mah ngga ada tulangnya kenapa takut …!” tambah Jeki Malam dengan suara yakin 100% bahwa dia termasuk orang berani, “ laahh tadi kamu bilang “Assajiiiiiimmmmm“, maksudnya kamu mao bilang “astaghfirullah hal adzim” , karena grogi dan rasa takut, jadi kamu salah ucap ya..he’he’he’ “ kata Pa Guru dedi Samidi, “yaah Pa Guru mah membuka rahasia ane neh he’he’he’” protes Jeki Malam, mendengar ucapan Pa Guru Dedi Samidi, Jeki Siang tertawa girang, karena tahu bahwa yang penakut itu bukan hanya dirinya saja, tetapi Jeki Malam pun termasuk orangnya, “yahhh tau dah sekarang mah he’he’he’, sesama orang penakut jangan saling ledek ya…!” Jeki Siang meminta Jeki Malam untuk tidak meledeknya.
“Betul Jek..!, hantu itu ngga ada tulangnya, jadi ngga ada yang perlu ditakuti, hantu itu sebetulnya perasaan takut kita sendiri jadi kenyataan, atau jin bangor yang selalu iseng mengganggu kita agar selalu resah”, “ sebetulnya hantu juga bisa memberi motivasi atau conto kepada kita.., seperti contonya hantu pocong, Jek..! tau ngga kamu hantu pocong memberi conto kepada kita..??” tanya Pa Guru Dedi Samidi kepada Jeki Malam, “ngga tau Pa Guru” jawab Jeki Malam, “ hantu pocong itu memberi contoh hidup sederhana, warnanya puuutiih terus dia mah ngga pernah gonti ganti kostum…, dimana saja..kapan saja”, “ hua ha ha ha” semua tertawa, apalagi Jeki Siang, dia yang paling keras tertawanya dan terpingkal pingkal, dia lupa akan semaput tadi, Jeki Malam hanya bisa ikut tertawa partisipasi saja, dan matanya melirik Jeki Siang “ehmmmmm .., dedemit lagi jadi contoh, pantes Jeki Siang ketawanya kenceng buanget , rupanya Pa Guru Didi Mulyadi Samidi seguru se elmu ama dia” begitu kata hatinya Jeki Malam menggerutu.  

Walaupun kongres di Pos Ronda berisik penuh dengan tertawa, posisi Pa RT Junot tidak terganggu, malah tambah keras dengkurnya dan Mang Juneh Pantes pun tetap melaksanakan tugasnya dengan penuh dedikasi yang luar biasa.
“Sebetulnya.., saya harus minta maaf ke Pa RT Junot” ujar Pa Guru Didi Mulyadi Samidi, “kenapa Pa??” samber Jeki Siang, “ emang Pa Guru salah apa ke Pa RT Junot???” tambah Jeki Malam, “ laah kamu nyadar ngga , saya datang telat..,he’he’he’ “ jawab Pa Guru Didi Mulyadi Samidi diiringi tertawa kecil, “ha ha ha , itu mah ngga seberapa Pa Guru ampe minta maaf segala, kirain Pa Guru punya salah apaan, kecil itu mah Pa Guru” Jeki Malam berpendapat masalah datang terlambat, hal biasa dan lumrah terjadi, dan dianggap tidak perlu minta maaf dan bukan suatu kesalahan. Pemirsa budiman apakah Anda sependapat dengan Jeki Malam..?.

“Saya harus memposisikan sebagai warga masyarakat, atasan saya adalah Pa RT Junot, saya selaku anggota masyarakat punya tugas seperti ngeronda ini malam” demikian Pa Guru Didi Mulyadi Samidi berujar kepada ke dua Jeki ini, agar memahami posisi yang berbeda di lingkungan masyarakat dengan posisi di lingkungan tempat kita bekerja. “Saya datang terlambat dan apapun alasannya, tetap saya salah dan harus minta maaf, karena ada hal yang dilanggar oleh kita, seperti kode etik pergaulan antar warga, ada komitmen kita yang tidak didirikan, itu efek negatifnya luar biasa bagi orang yang melihat hal kesana, karena saya telah memberikan tauladan yang tidak baik terhadap kita semua selaku warga masyarakat, apalagi bagi mereka yang tipis iman hal ini bisa dijadikan contoh atau patokan bagi mereka untuk melanggar kode etik pergaulan bagi kepentingan pribadinya” tambah Pa Guru Didi Mulyadi Samidi dengan panjang lebar menjelaskan kenapa kita harus meminta maaf terhadap kelakuan atau prilaku yang tidak elok dilakukan walaupun ada alasan yang kuat untuk melakukkanya.
 “ Tuh… dengerin jek…!, apa yang diomongin ama Pa Guru Didi... bener…”, kata Mang Juneh, “ Mang juga tadi sebelum pa Guru Didi datang kesini, sudah Mang singgung, kita harus berani mendirikan ntu yang namanya komitmen, dimana saja …, kapan saja…” tambah Mang Juneh Pantes, “ betul ga Jek..!” Mang Juneh Pantes nanya ke Jeki Malam yang kebetulan keningnya berkerut alias bingung he’he’he’ , “yang diomongin ama  Pa Guru…, terus teraang ane belum ngarti bener, dimana pelanggarannya” kata jeki Malam terus terang, “ada yang dilanggar adalah janji kita, ngeronda itu sebelumnya dirembukin atau dirapatin ama seluruh warga,  disitu ada kesepakatan kelompok ronda, jam ronda, hari ronda, semua warga tahu akan tugas ngerondanya, jamnya, harinya dan kelompoknya”, “saya datang terlambat, padahal jam mulai datangnya ke Pos Ronda ini saya tahu, kemudian saya datang terlambat…, itu yang disebut …pelanggarannya”, “oooo .., ane baru ngarti sekarang mah he’he’he’, tapi belon tentu meminta maaf dilakukan oleh yang lain” kata Jeki Malam, “ ngga apa apa..orang lain mah Jek..!, asal jangan saya” kata Pa Guru Didi Mulyadi Samidi, mendengar jawaban Pa Guru Didi Mulyadi Samidi, Jeki Malam tersentak “beu.., betul betul guru.., kapan saja dimana saja perilakunya tetep guru, di gugu dan ditiru” kata hati Jeki Malam.

Emang Pa Guru habis darimana..?” tanya Jeki Siang, “ neh liat “ kata Pa Guru Didi Mulyadi Samidi sambil memperlihatkan topi putih yang biasa dipakai oleh orang yang sudah pulang dari tanah suci, “ oooo…, siapa yang baru pulang dari tanah suci…??” tanya jeki siang meneruskan pertanyaan, “ Paman saya, alhamdullilaaah…., beliau selamat sampurna kembali ke rumahnya”, “pantes aja Pa Guru Didi Mulyadi Samidi datang terlambat kesini” kata Jeki Malam, “kita tahu pada tahun ini, di sana banyak cobaan cobaan yang harus dihadapi oleh mereka yang sedang menunaikan ibadah haji seperti.. badai, hotel terbakar.., tiang keren jatuh menimpa banyak jemaah yang jadi korban, yang terakhir musibah Mina sekian ratus jemaah dari negeri tercinta ini jadi syuhada, “ Pa Guru Didi dikasih oleh oleh apa aja...?” kata Jeki Siang, “ saya mah minta doanya, katanya mereka yang baru pulang dari tanah suci, selama 40 hari doanya manjur..”, “ doanya apa aja...Pa Guru...???, kalo ane boleh tau” pinta Jeki Malam, “doanya... saya minta berkah selamat dunia dan akherat”, “yaaahh hanya itu..?” Jeki Malam seperti menyesal doa Pa Guru Didi Mulyadi Samidi hanya meminta berkah selamat, “kenapa ngga sekalian minta harta yang banyak, biar kaya raya kayak Pa Haji Adang kakaknya Pa Haji Adeng” tanya Jeki Malam dengan polosnya “ betul Jek..., kamu ngga salah, tiap tiap orang punya keinginan yang berbeda beda, dan jadi orang yang kaya raya salah satu tujuan hidup dari banyak orang, “berarti betul dong pertanyan ane...” jawab Jeki Malam, “ betul sekali pertanyaan kamu, tujuan hidup itu banyak, dan orang bermacam macam menafsirkan tujuan hidup , ” jadi orang yang banyak hartanya oleh keyakinan kita ngga dilarang, bahkan dianjur untuk mencari harta sebanyak banyaknya seolah olah akan hidup selamanya, tapi ingat.... kita harus ibadah karena hidup kita ngga tau kapan selesainya…he’he’he’, bisa sekarang…., bisa besok…, bisa kapan aja, tergantung yang Maha Kuasa,  tapi kebanyakan orang tujuan hidup itu untuk jadi orang kaya raya” kata Pa Guru Didi Mulyadi Samidi.

Luar biasa …Jek..!, kalau kita jadi orang kaya , kita jadi mudah untuk berbuat sesuatu apalagi untuk beribadah, seperti membantu orang yang kesusahan, karena kita jadi orang kaya pasti dengan mudah untuk membantunya, pada hari idul qurban pun dengan mudah kita membeli puluhan ekor sapi dan kambing untuk dibagikan kepada fakir miskin, mau munggah haji pun membawa keluarga kita bisa dan gampang tanpa memikirkan biayanya, pokoknya serba gampang untuk membantu para fakir miskin”  Bapak Guru Didi Mulyadi Samidi menjelaskan untungnya jadi orang kaya raya, banyak harta dapat digunakan untuk kebaikan umat, “ iyaa Pa Guru…, kalo semua orang kaya seperti yang Pa Guru omongin, tapi kalo sebaliknya gimana…? Jeki Malam bertanya, “betul …Jek..!, masih banyak orang kaya yang marahiwal salah kaprah terhadap hartanya, akibatnya mereka seperti diperbudak oleh harta, dulu waktu mereka tidak punya apa apa, mereka berjuang untuk mencari harta kekayaan…, pepatah bilang kepala jadi kaki, kaki jadi kepala untuk mencari kekayaan, bekerja keras siang dan malam, tapi kenyataannya setelah hartanya banyak…, tetep pepatah itu tidak berbalik…kepala jadi kaki, kaki jadi kepala… untuk mempertahankan atau memperbanyak hartanya…, jadi…kapan mereka menikmatinya…., jangankan untuk orang lain untuk dirinya sendiri aja tidak”, “ itu salah satu rumus ingin cepat kaya…, untuk dirinya aja…susah , apalagi untuk orang lain, bahkan mereka bertambah serakah, padahal mereka sudah dikasih kode jangan serakah, kita harus beribadah untuk bekal diakherat, seolah olah akan mati pada saat ini, atau hari ini atau besok, lusa….., maka nya Jek…!, kamu berdua seandainya kamu berdua ditakdirkan jadi orang kaya raya, kamu jangan serakah, harus inget purwa daksi nya, “amin Pa Guru…, mudah mudahan doa Pa guru jadi kenyataan” Jeki siang dan Jeki Malam menjawab bareng, “ ane dah bosen hidup miskin terus…,susah terus…, kayaknya ngga bakalan ketemu ujungnya susah…he’he’he’” Jeki Malam berujar, seperti orang hampir putus asa dalam mengikuti kehidupannya selama ini, “ sabar Jek …!, memang bahasa Tuhan itu yang kita tidak tahu, sekarang kita sedang menjalani kehidupan yang susah sekali berbeda dengan orang lain yang yang gampang menikmati kehidupan ini, seolah olah ada ketidak adilan dalam memberikan penghidupan”, “ betul Pa Guru seperti Tuhan tidak adil terhadap ane, dari semenjak lahir hingga sekarang belon menikmati indahnya hidupnya…emmm” jeki Malam mengeluarkan uneg uneg selama ini yang mengganjal dalam lubuk hatinya diiringi senyum kecil yang misterius.

“Jek...!, Tuhan telah menciptakan alam dunia sedemikian rupa, dari benda kasar yang dapat lihat dan diraba kita, hingga benda halus yang hanya indera kita yang merasakannya, sekaligus dengan hukum hukumnya, sifat sifatnya yang berbeda satu sama lain, dan kita sebagai makhluknya, harus bisa belajar dari hal ini, karena diperbedaan itu ada tanda tanda ke Agungan Yang Maha Kuasa, karena disitu tersembunyi rahasia rahasia Tuhan yang harus ditemukan, difahami dan dijalani, agar hidup kita berkah selamat dunia dan akherat.
“Perbedaan perbedaan yang Beliau ciptakan adalah untuk kepentingan umat itu sendiri, coba bayangkan oleh kamu...Jek..!, jari tangan kamu Jempol semua, kaki kamu kiri semua...”, “hua ha ha ha “ Jeki Siang dan Jeki Malam tertawa terbahak bahak mendengar penjelasan dari Pa Guru Didi Mulyadi Samidi, “betul Pa Guru bisa kerepotan kita, kita ngga bisa ngupil kalo jari tangan kita jempol semua” ujar Jeki Siang, “ apa lagi kalo kaki kita kiri semua...atau kanan semua, kaga bakalan nyampe nyampe ke tujuan, kita muter muter aja ditempat, kita bisa berjalan lurus sebab kaki kita berbeda kiri dan kanan he’he’he’” tambah Jeki Malam tidak mau ketinggalan memberikan pendapat.

“Sekali lagi.. Jek.!, kita harus fahami betul betul kudrat dan iradat dari Tuhan...., itu tidak sembarangan..., pasti ada maksud dan tujuannya, cuma kita tidak tahu, dan kita selalu terburu buru dan gampang terbujuk oleh rayuan nafsu kita, agar cepat menilai kehidupan yang kita jalani, kemudian kita bandingkan dengan mereka yang lebih mudah, lebih enak.., dan kesimpulannya menganggap Tuhan telah bertindak tidak adil..., betulkan Jek...?” Pa Guru Didi Mulyadi Samidi memberi pandangan terhadap penilaian kehidupan yang di gariskan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa seolah olah tidak adil, sekaligus meminta penilaian dari Jeki Malam.
“Betul sekali Pa Guru...” jawab Jeki Malam dengan pasti, “ ngga apa apa kamu sekarang berpendapat begitu terhadap Tuhan, walaupun pada dasarnya tidak boleh berprasangka buruk terhadap Tuhan, untuk memupus prasangka begitu, sebaiknya kita sering tafakur dan tasyakur… dimana saja kapan saja, sebetulnya mengeluh pun kita tidak boleh”, mendengar wejangan dari Pa Guru Didi Mulyadi samidi Jeki Malam terkejut “ waduh…. mengeluh pun sebetulnya kita tidak boleh, apalagi lebih daripada itu ya Pa Guru..?” tanya Jeki Malam, “ betul jek..!, kita mengeluh sesekali wajar saja…, tapi kalau tiap hari kita mengeluh mah artinya kita tidak mao menerima kodrat dan iradat, tidak mau menerima keadaan, kalau kita termasuk orang yang tipis iman .., larinya akan jalan yang tidak diperkenan oleh Tuhan YME, ke jalan yang negatif baik secara hukum agama dan Negara, dan harus diingat oleh kamu berdua mengeluh atau keluhan itu tidak akan meyelesaikan masalah.., malah nambah masalah.., akan cepat timbul berbagai penyakit, khususnya penyakit hati…, seperti iri.., dengki…, jail.., fitnah dan sebagainya, kalau tidak salah hitung menurut ahli ada 700 penyakit hati, dan itu kalau kita pelihara akan menjadi penyakit dibadan kita, dan sulit dihilangkan sampai mati”, mendengar perkataan Pa Guru Didi Mulyadi Samidi Jeki Siang terbelalak mata “ waduuuh saya jadi bingung..,sempet sempet ya.. Pa Guru... itu ahli bisa ngitung penyakit hati ada 700 penyakit, “jangan heran Jek..!, yang namanya ahli bisa aja, bintang di langit yang jauh aja bisa dihitung, fosil yang terpendam ribuan tahun yang lalu, bisa ketebak umurnya..., apalagi ini ada dalam diri kita sendiri he’he’he’”, tapi Jeki Malam malah berbeda kebingungannya “ saya jadi bingung…., jadi kita musti gimana menghadapi kehidupan ini, yang diperkenan oleh Tuhan dan agar hidup kita selamat dunia dan akherat “ tanya jeki Siang penuh antusias, “coba cobaan itu kita hadapi dengan kesabaran…, orang sabar itu disayang Tuhan, dan biasanya orang sabar itu akan subur, akan banyak rejeki, tapiiii dalam menjalankan kesabaran ini harus lah dibarengi dengan tawakal, kita tetap meminta berdoa memohon keberkahan kepada Nya, jangan ke yang lain selain Dia.

“ Pa Guru itu kan hanya teori…., gampang diucapkan sulit dilaksanakan he’he’he’  “ tanya jeki Malam, “ betul Jek ..!, teori itu gampang, dimana mana yang namanya teori itu gampang, elmu apa aja ada teorinya dan gampang, tetapi sulit dalam pelaksanaannnya, disitulah pentingnya…, karena dalam proses pelaksanaan ada pembelajaran yang harus kita pahami, ada tempaan tempaan yang akan menempa kita terus menerus, itu akan membentuk kita sebagai manusia unggul, karena dapat membentuk karakter kedewasaan kita dalam berpikir dan bertindak, sebetulnya prosesnya yang penting…, bukan hasil yang penting”, “ ada pepatah yang mengatakan “bilamana kita lemah menempa diri kita, maka tempaan dunia akan kuat terhadap kita, tapi bilamana kita kuat menempa diri kita, maka akan lemah tempaan dunia ke diri kita”, “ Pa Guru tolong terjemahkan kembali ke dalam bahasa yang ane pahami aja he’ he’ he’ “ pinta Jeki Malam terhadap Pa guru Didi Mulyadi Samidi, “ Jek..!.., artinya kita harus disiplin dalam mendirikan komitmen kita terhadap aturan agama dan Negara, jangan tergoda oleh rayuan rayuan yang bersifat duniawi, itu akan menjerumuskan kita ke dalam api neraka, saya lupa apa itu pepatah.., dalil.., atau perkataan ahli tasauf…, yang berbunyi begini “ lebih baik kita masuk neraka tapi Tuhan mengizinkan, daripada kita masuk sorga tapi Tuhan tidak mengizinkan”, “ yaaah tambah bingung lagi dah Pa Guru mah…, artinya apa Pa Guru…kita masuk neraka dengan izin Tuhan.., terus…kita masuk sorga, tapi Tuhan tidak mengizinkan,…ane ngga ngerti pa Guru…..binguuungg.. he’he’he’” tanya Jeki Malam sambil tangannya mengetuk ngetuk kepala tanda kebingungan.

Dengan penuh kesabaran Pa Guru Didi Mulyadi Samidi menjawab semua pertanyaan dari Jeki Siang dan Jeki Malam, “ begini Jek.!!, contoh kita hidup diperkampungan jauh dari kemewahan, dengan kata lain kita hidup dalam kondisi yang serba minim dan terbatas, tidak seperti hidup di kota, penuh dengan fasilitas yang gampang dan cenderung mewah untuk ukuran kita mah, tapi kita bisa hidup dengan bahagia, bisa melakukan aktifitas dengan bebas, tidur kita nyenyak walaupun banyak nyamuk…he’he’he’, bisa kongres disini semaunya.., seolah olah hidup kita ini tanpa beban, itu artinya kita dineraka tapi Tuhan mengizinkan, sekarang hidup kita serba berkecukupan cenderung hidup mewah, mao melakukan sesuatu dengan gampang dan mudah, baik melakukan aktifitas …, pokoknya serba mudah karena ada duit yang banyak, tapi hidupnya dalam penjara, karena jadi penjahat yang ditangkap oleh KPK dan Bareskrim, itu arti nya kita masuk surga tapi Tuhan tidak mengizinkan, untuk apa harta yang banyak kalau kondisi kita seperti itu…?,”ngga mao lah Pa Guru..!” jawab Jeki Siang dan Jeki Malam kompak, “ternyata jadi orang kaya juga ada bahayanya...., bahkan lebih banyak dibanding kita kita ini ya.., kalo begitu mah mendingan jangan jadi orang kaya..” Jeki Malam berpendapat, “ jangan begitu Jek !!, jangan putus asa” kata Pa Guru Didi Mulyadi Samidi menghela pendapat Jeki Malam yang seolah olah menyerah kepada keadaan, “ seperti yang sudah saya katakan tadi, kita harus jadi orang kaya, hanya yang harus kita perhatikan adalah “prosesnya” menjadi orang kaya..., harus dijalan yang diperkenan oleh agama dan negara, jangan jadi orang yang suka curaling, ceceremed, serakah, tukang peras dan sebagainya, “ tapi Paman ane jadi tukang peras sejak bujangan ampe sekarang punya anak cucu ngga apa apa, ngga ditangkep ama KPK dan Bareskrim, aman aman aja tuh Jek.!” ujar Jeki Malam, mendengar keterangan dari Jeki Malam tentang Pamannya yang jadi tukang peras, naluri Jeki Siang unutk mengingatkan kepada Jeki Malam bahwa itu pekerjaan yang tidak patut dilakoni oleh orang yang beradab, Jeki Siang langsung berseru semangat sekali “ wah itu bahaya..Jek..!, kamu selaku keponakannya atau keluarga wajib menasihati Paman kamu agar jangan meneruskan pekerjaannya sebagai tukang peras, saya kasihan melihatnya nanti, kapan kapan hukum Tuhan akan terjadi, cuma entah kapan terjadinya kita tidak tahu, lolos di dunia ini, diakherat ngga bakalan lolos, dan itu tidak baik jadi sumber nafkah keluarga kita, akan kena getahnya, kasihan mereka.., betul ga..Pa Guru...?”, “ Jek..! sekarang Paman kamu ada di mana...?” tanya Jeki Siang, “ wah jauh Jek..!”, “ biar jauh juga itu perlu kita kesana, bila perlu saya antar kamu kesana....”  Jeki Siang bersemangat untuk mengantar Jeki Malam menemui Pamannya.

Mendengar obrolan Jeki Siang dan Jeki Malam Pa Guru Didi Mulyadi Samidi hanya senyum senyum saja, tidak memberikan reaksi, seperti sudah tahu arah dan maksud perkataan Jeki Malam. “ Jek..! Paman kamu tinggal dimana sekarang...?” tanya Pa Guru Didi Mulyadi Samidi, “ beliau tinggal di Pangalengan Bandung” jawab Jeki Malam singkat, mendengar jawaban Jeki Malam Pa Guru Didi Mulyadi Samidi tertawa terbahak bahak ‘hua ha ha ha”, hanya Jeki Siang yang bengong melongo tidak paham apa yang ditertawakan oleh Pa Guru Didi Mulyadi Samidi, tapi perasaannya seperti lain, “perasaan saya ngga enak neh ada apa ya...? “ begitu gerentes hati Jeki Siang, untuk membuktikan ada sesuatu yang tidak beres, Jeki Siang langsung bertanya “ Jek..!, Paman kamu jadi tukang peras di pasar Pangalengan...?”, “ ngga ” Jawab Jeki Malam singkat sekali, “ jadi Paman kamu memeras apaan..., kalo ngga jadi tukang peras di pasar mah?” tanya Jeki Siang tambah penasaran.

Dengan santai Jeki Malam menjawab “ paman saya itu jadi tukang peras susu sapi...Jek.!, bukan premaaann... hua ha ha ha ”, Pa guru Didi Mulyadi Samidi tambah keras tertawa melihat muka Jeki Siang berubah “Hua ha ha ha “, Jeki Siang sudah kelihatannya jengkel luar biasa “ grmm grmmm” mulai nggerem kayak kucing mao berantem..., mao menerkam lawannya.
Melihat kondisi ini, dengan cepat Pa Guru Didi Mulyadi Samidi mengambil tindakan “ sabar ...sabar....Jek !”, Jeki Siang rupanya tidak terima dengan kejadian ini, dia merasa dilecehkan..., sebetulnya dia ingin membantu Paman Jeki Malam agar bisa keluar dari pekerjaan hina.. menjadi tukang peras, ternyata Paman Jeki Malam itu, jadi tukang peras susu sapi “untung ada Pa Guru..., kalo ngga ada dah saya telan bulet bulet tuh si Jeki Malam”, mendengar perkataan Jeki Siang , Jeki Malam hanya terkekeh dan berkata “satu satu...he’he’he’”, “ satu satu dimana...???”, “ ente masih inget “kopi dangdut...???” Jek !” jawab Jeki Malam, untuk beberapa sesaat jeki Siang bengong dan he’he’he’, “ betul ..Jek !, satu satu”, melihat hal itu Pa Guru Didi Mulyadi Samidi memberikan acungan jempol kepada kedua Jeki ini,        “ naah harus begitu hidup kalo mao hidup rukun, damai..., tidak ada yang ingin menang mutlak, salah satu menyadari atau mengalah untuk kepentingan bersama, walapun di TV banyak diperlihatkan suatu budaya baru yang jauh dari nilai nilai budaya kita yang mengutamakan kebersamaan, ...itu jangan ditiru oleh kita”.

Rupanya kongres ini berlangsung seru ..., bahkan cenderung gaduh.., tapi kegaduhan ini tidak mengganggu kosentrasi tidurnya Pa RT Junot dan Mang Juneh Pantes...., bahkan ngorok mereka bertalu talu.

Setelah tertawa mereka reda, “ ceritanya nyampe mana Pa Guru ane lupa neh” Jeki Malam nyeletuk, “hmmm kalo ngga salah nyampe “hidup kita harus kaya”” , “ ya terusin Pa Guru...”, “ yeeh Jek sopan dikit atuh... ini Guru kitaaa” Jeki Siang agak sewot dan sedikit melotot, “juga kamu jangan memotong kalimat..., apalagi membelokannya...., bikin keder aja”, “ siap..., baik” timpal Jeki Malam.

“Baik kita terus kan kongres ini, hidup kaya itu tujuan .., tapi yang penting prosesnya, harus normal sesuai dengan norma sosial, aturan negara dan sebagainya, jangan melanggar aturan yang ada, karena Tuhan itu tidak buta.., beliau Maha Mengetahui,  “kenapa Pa Guru kita tidal boleh melanggar aturan yang ada...???” Jeki Malam bertanya, “ Jek...!, kamu harus tahu bahwa rusaknya dunia ini, diakibat kan oleh ulah manusia itu sendiri”, “ semodel kita ini..??” tanya Jeki Malam, “tuh kan kamu mah suka motong kalimat aja..., Pa guru belon selesai ngomong...kamu jangan potong kalimatnya” Jeki Siang memberi peringatan terhadap Jeki Malam, “betul... bukan oleh orang seperti kita, kita mah bisa apa..., modal ngga punya..., pertemananpun tidak luas..., anak buah ngga punya, ini biasanya dilakukan oleh  terutama manusia manusia yang mengutamakan sifat serakah, kemaruk, ingin menang sendiri, tidak boleh orang lain senang, rata rata mereka menghalal segala cara untuk mencapai tujuan, tanpa peduli dengan norma dan aturan, karena terlena dengan tujuan duniawi, “ kenapa mereka berbuat begitu....???” tanya Jeki Siang, “ mereka berbuat begitu karena mereka miskin, jadi mereka berbuat semaunya”, “lah kata pa Guru tadi..., jadi orang kaya banyak bahayanya...., terus yang merusak dunia ini berikut tatanan sosialnya adalah orang miskin...., ane jadi keder neh, mana yang bener...., mana yang kudu diikuti...., jadi orang kaya ato jadi orang miskin....” tanya Jeki Malam dengan muka kebingungan, “ kamu berpendapat begitu..., itu arti menyimak..., muka bumi ini atau dunia ini rusak oleh orang orang miskin, maka nya ada bunyi dalil atau apalah saya tidak tahu yang berbunyi “Tuhan membenci orang miskin”, karena apa.. Jek...??” tanya Pa Guru Didi Mulyadi samidi kepada Jeki Malam, “ ngga tau Pa Guru “ jawab Jeki Malam agak sedikit jengkel, karena pelaku perusak dunia ini berikut tatanan sosial, ekonomi dan lain sebagainya adalah orang miskin, “ gimana seh, ane diciptakan oleh Tuhan, dijadiin orang miskin juga oleh Tuhan, sekarang dibenci oleh Tuhan.., karena jadi orang miskin....., ini gimana seh maunya Tuhan ini, ane jadi keder neh” gerentes hati Jeki Malam, “ karena jadi orang miskin itu dekat sekali dengan kufur atau kekufuran “, “waah  ane rugi dong dijadiin orang miskin ama Tuhan...” tanya Jeki Malam, Pa Guru mendegar pertanyaan Jeki Malam yang polos beliau tertawa ha ha ha ha  “, “ yeeeh pa Guru mah malah tertawa...?” tanya Jeki Siang, “tenang jek..!, memang…., bahasa Tuhan itu bahasanya yang kita tidak mengerti”, “waduh tambah puyeng aja neh kepala he’ he’ he’ , “ betul Jek.!, kamu mengerti ngga kamu ama Tuhan sekarang kamu  ini masih dijadikan orang miskin?” tanya Pa Guru Didi Mulyadi samidi, “ ngga pa Guru” jawab Jeki Malam dengan cepat, “kamu tahu bakal lahir dari orang tua yang miskin?”, “ngga Pa Guru”, “ apakah kamu waktu mao dilahirkan ke dunia ini , apakah kamu minta kepada Tuhan agar dilahirkan dari orang tua kaya raya?”, “ngga pa Guru” jawab jeki Malam dengan lancar, “ kamu ingin tahu jawabannya kamu miskin”, “ pengen pa Guru, gimana caranya?”, “barangkali aja, karena cara ini belum tentu berhasil bagi orang lain, karena banyak cara untuk mencapainya, sebanyak napas makhluk”, “ pertama kamu harus banyak tafakur dan tasyakur, dan harus tetap bekerja dengan dibarengi dengan sikap sabar dan tawakal, karena sikap sabar ini dapat menyuburkan rezeki kita”, “kapan dilaksanakannya???” tanya jeki Siang yang sedari tadi hanya banyak mendengarkan, “ tiap ada waktu kita harus melakukan itu, lebih ideal setelah sholat, baik itu sholat wajib atau sholat sunat, insya Allah kita mendapatkan apa yang kita inginkan seperti jawaban jawaban yang kita tidak mengerti, kemudahan kemudahan yang kita dapat, dan yang lainnya, “ jadi ini dapat merubah hidup ane pa Guru..?”, “ insya Allah bisa..!, bagi beliau tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini”, “ pada hakekatnya yang disebut miskin dan kaya itu hanya istilah pelaksanaan dalam kehidupan di dunia ini, toh pada waktu kita meninggal semua harta kita, tidak ikut dengan kita ke akherat, justru Tuhan hanya menilai ibadah makhluknya bukan dari kaya atau miskin hartanya, tapi dari hatinya miskin atau kaya, jadi…., kamu Jek..!, jangan berkecil hati walaupun dalam keadaan serba darurat, dimata Tuhan belum tentu”, “ hmmm… jadi pada intinya adalah hati kita ya pa Guru.?”, “betul Jek.!”, “yang merusak tatanan sosial itu sebenarnya adalah orang yang miskin hatinya, bisa orang kaya yang miskin hatinya, bisa orang miskin yang hatinyapun miskin”, “berbahaya apabila orang miskin harta miskin hatinya, bisa jadi curaling, cecermed, atau perbuatan negatif lainnya, lebih lagi kalo orang kaya yang miskin hatinya, akan lebih parah lagi merusaknya..bukan begitu pa Guru..?” Jeki Siang ikut menimpalinya, “ betul Jek.!, orang kaya itu punya power, punya dana lebih , punya anak buah yang banyak, jadi lebih cepet bertindaknya dibanding dengan orang miskin, karena ngga punya power, ngga punya modal banyak, bahkan banyak perbuatan yang diluar nalar kita atau logika kita.

Walaupun kondisi malam sudah mendekati waktu subuh mereka dengan senang hati masih melanjutkan kongres di pos ronda, dan Mang Juneh Pantes berikut Pa RT Junot masih tetap pada posisi masing masing dengan dengkuran yang bertalu talu seperti berbalas pantun he’he’he’.
Dengan mata yang berbinar binar penuh semangat ingin tahu lebih dalam tentang apa yang dikatakan oleh Pa Guru Didi Mulyadi Samidi, Jeki Siang melontarkan pertanyaan “contohnya apa..?? Pa Guru, yang dimaksud dengan perbuatan yang diluar nalar kita atau logika kita”, “kamu sering melihat di TV,  KPK atau Bareskrim menangkap pejabat Pemerintah atau pejabat DPR atau pejabat DPRD dan kroni kroninya, karena mereka bermetamorfosis dengan sempurna menjadi penjahat, padahal menurut logika kita yang dhoif ini, mereka tidak perlu melakukan itu, karena mereka adalah orang kaya sebelumnya, dan hampir semua kebutuhannya sudah difasilitasi, dan mereka selama ini tidak kelaparan, jadi mereka tidak perlu melakukan hal yang memalukan itu, “ betul pa Guru…!!, pantes negeri tercinta ini seperti masih jauh dari cita citanya yaitu menuju masyarakat yang adil dan makmur, masih banyak orang orang model begitu, kira kira menurut pa Guru harus tipe pemimpin model apa yang paling pas atau paling ideal untuk memimpin negeri tercinta ini…?” timpal Jeki Siang dengan diteruskan sebuah pertanyaan, “waduuuuhh kenapa pertanyaan belok ke sini ya…, ini pertanyaan politik…, saya jadi takut untuk menjawabnya” jawab Pa Guru Didi Mulyadi samidi, “ kenapa takut…?, katanya kita harus menghargai pendapat orang lain, walaupun berbeda dengan kita, dan katanya kita dijamin oleh UU untuk berpendapat”, “laah kamu mah mancing mancing saja…, yang saya takutkan pendapat saya ini diplintir oleh orang miskin, nanti jadi urusan panjang”.
Pa Guru Didi Mulyadi Samidi diam sejenak seperti sedang memikirkan sesuatu, tidak lama kemudian suara pelan terdengar dari mulut Pa Guru Didi Mulyadi Samidi “ baik lah tapi saya mohon maaf dulu kalau jawabannya saya ini menyalahi aturan yang berlaku, jangan diambil hati, saya orang dhoif yang diminta jawaban atas pertanyaan Jeki Siang, “yaah malah pidato bapak mah he’he’he’ “, celetuk Jeki Malam, “ diem Jek “ pinta Jeki Siang kepada Jeki Malam, “ini juga jawaban kira kira ya…, belum tentu benar…, menurut saya masyarakat yang adil dan makmur akan tercapai apabila negeri ini dipimpin oleh pemimpin yang bermental “budak angon” he’he’he’” , mendengar jawaban ini kedua Jeki saling berpandangan dengan kening yang berkerut, tanda kebingungan.
  
                                          bersambung bagian ketujuh…..

Penjelasan bahasa aneh menurut Anda pada tulisan di atas ini.

1.kadang kadang = tidak tentu
2.jampe = mantera/do’a
3.menpan = ampuh
4.doraka = durhaka
5.tojaiah = bertentangan
6.purda daksi = asal darimana? pulang kemana?
7.keder = bingung
8.kemaruk = serakah

Rabu, 25 November 2015

WADUK CIAWI BOGOR

WADUK CIAWI
Berbagai cara sudah dan sedang dilakukan Pemerintah untuk menanggulangi banjir yang melanda Kota Jakarta, seperti normalisasi aliran sungai Ciliwung dengan membongkar bangunan liar, melebarkan sungai dan langsung diturap beton bantaran kali dengan harapan aliran sungai dapat lancar menuju muara.


Upaya yang masih dalam perencanaan adalah membuat waduk di Ciawi Bogor, tepatnya di Kecamatan Mega Mendung, menurut rencana akan dibangun 2 waduk, waduk Sukamahi dan waduk Ciawi, luas waduk Ciawi sebesar 119 hektare, dengan daya tampung air sebanyak 6,45 juta meter kubik dan waduk Sukamahi sebesar 42 hektare dengan daya tampung air sebesar 1,68 juta meter kubik.

Saya selaku warga negara tercinta ini, dan saya bukan Insinyur Sipil yang tidak paham itung itungan membuat bangunan, apalagi untuk menghitung bangunan waduk atau dam. Tapi saya mempunyai itung itungan kekhawatir terhadap rencana ini, karena waduk ini akan dibangun di hulu sungai Ciliwung yang bermuara di Ibu Kota.

Yang saya tahu, penjajah Belanda pada waktu itu, untuk merencanakan penanggulangan banjir di Jakarta hanya membuat kanal barat dan kanal timur, rencana membangun waduk di hulu sungai Ciliwung tidak ada perencanaan kesana, mungkin penjajah Belanda ini memperhitungkan resiko jebolnya waduk yang dapat menghancurkan dengan hebat bangunan, jembatan atau lainnya yang ada di sepanjang alur sungai Ciliwung menuju Jakarta, karena sungai Ciliwung bermuara disana.

Untuk itu saya menyarankan kepada Pemerintah untuk belajar kepada kejadian yang pernah terjadi seperti :

  1.                                                                                                                                                                                                                                                         
 1. Situ Gintung, dengan luas awal 31 hektare dapat menampung air sebanyak 2,1 juta meter kubik, kejadian jebol tanggul waduk tanggal 27 Maret 2009, korban  jiwa tidak kurang dari 99  orang, 100 orang hilang, 300-400  bangunan hancur, kerugian material puluhan hingga ratusan  Milyaran Rupiah.
 2. Bendungan Vajont Italia, berada di ketinggian 261 meter di atas permukaan laut, pada tanggal 10 Oktober 1963 terjadi longsor di sekitar bendungan, mengakibatkan air  meluber melewati struktur bendungan sebanyak kurang lebih 30 juta meter kubik, meluncur dengan hebat ke lembah di bawahnya, Anda bisa bayangan 30 juta meter kubik dengan kecepatan 110 kilometer per jam..., akibatnya banyak desa yang hilang dari peta, korban manusia sebanyak 2000 orang meninggal dunia.
                                           Desa Langarone sebelum kejadian air bah melanda

                Desa Langarone setelah kejadian air bah.  (Gambar dari : versesofuniverse.blogspotcom)

3. Bendungan Stava Italia, bendungan ini jebol pada Juli 1985, memuntah isinya ke lembah Stava dan Tesero, kedua desa hancur lembur oleh terjangan isi dari bendungan Stava yang berada  diatasnya, dengan kecepatan 45 kilometer perjam, lebar 45 meter dan tinggi 30 meter, bisa Anda bayangkan kekuatan alam sehebat ini..., apapun yang menghalanginya akan hancur seperti rumah, gedung, jembatan dan pepohonan, korban jiwa lebih dari 200 orang.


           Desa Tesero sebelum dan sesudah kejadian (Gambar dari : www.nat-hazards-earth-syst-sci.net)

 Gambaran kejadian yang memilukan seperti di atas, bukan
untuk menakut nakuti, agar tidak jadi dibangun waduk, tapi
untuk mengantisipasi resiko yang timbul sebelum menjadi
masalah yang lebih rumit, yang penyelesaiannya membutuhkan
waktu , tenaga dan biaya yang tidak sedikit.

Salah satu penanggulangan banjir di Jakarta adalah dengan memecah atau mengalihkan sedikit ke sungai lainnya yang berada di samping kiri dan kanan sungai Ciliwung, seperti Sungai Cisadane yang bermuara di Tangerang, Sungai Ciujung bermuara di Serang Banten, Sungai Kali Bekasi yang bermuara di Bekasi dan Sungai Citarum yang bermuara di Karawang Utara, hingga mencapai muara di Jakarta volume air sungai Ciliwung sudah berkurang. Apalagi seandainya sodetan Kampung Melayu
sudah rampung 100%.

Dengan cara membuat bendungan kecil setinggi 1-1.5 meter
pada tiap tiap 10 kilometer, kemudian dibuatkan aliran
pengalihan dikiri kanan sungai menuju sungai , baik terbuka
(kanal kecil) atau tertutup (pipa) seperti pada gambar ilustrasi
di bawah ini :


Selain daripada itu, penanggulangan banjir di Jakarta yaitu
dengan moratorium pembangunan di hulu sungai Ciliwung,
apapun bentuknya, ini mungkin sudah klasik diutarakan, tapi
hingga kini masih terus berjalan demi meningkatkan
perekonomian, padahal meningkatnya perekonomian selalu
diikuti oleh kerusakan ekosistem.
Bila Ekosistem ini tidak dijaga dengan baik, salah satu
akibatnya banjir besar pada musim penghujan dan kekurangan
air pada musim kemarau, karena ekosistemnya sudah tidak
berfungsi sebagaimana mestinya, seperti gunung dan hutannya
merupakan tempat cadangan air, hingga mengalir terus
walaupun pada musim kemarau. Ada pepatah orang kita dahulu
“Gunung Hejo, leuweung hejo rakyat ngejo” secara harfiah
dapat diartikan masyarakat tidak akan kekurangan pangan
selama gunung dan hutannya asri, karena masih menghasilkan
air yang tidak pernah kering, untuk memberi huriping hirup
kepada masyarakat. Terma kasih.


Jakarta, 25 Nopember 2015.