Kamis, 14 Juni 2018

Mengais remah-remah rezeki halal di pelataran parkir Stasiun Karawang.


Mengais remah-remah rezeki halal di pelataran parkir Stasiun Karawang.

di parkiran mereka mengais rejeki halal
Untuk jaman sekarang sepertinya harus berjuang keras untuk mendapatkan uang untuk menyambung hidup di Karawang, karena sudah berubah dari kultur pertanian ke kultur industri, kita harus siap dengan perubahan ini, jika tidak kita kan tergilas roda kemajuan di Kota Karawang.

Seperti propesi tukang urut atau tukang pijat tradisional, dulu masih dibilang bisa mumpuni untuk membiayai hidupnya, tanpa harus berjuang keras bersaing dengan yang lain. Tapi untuk kemajuan di Kota Karawang sekarang perlu perjuang ektra bagi mereka yang berprofesi Tukang Urut atau Tukang Pijat Tradisional, mereka harus bersaing dengan Panti Pijat yang modern segala-galanya he he he , dari segi teknis pelayanan maupun non teknis pelayana he he he .

Dari sekian banyak profesi di Kota Karawang yang serba, ada yang tertinggal..., masih tradisonal yaitu pijat tradisional di pelataran parkir stasiun Karawang. Kegiatan ini dari jaman Kompeni Belanda hingga kini masih ada dan konsumennya masih setia. Bila dilihat sepintas memang jauh dari higein dan keindahan, karena tempat terbuka dipelataran parkir Stasiun Karawang, tetap konsumen banyak. Salah keberlangsungan usaha kecil ini adalah adanya kebaikan dari pengelola Stasiun Karawang yang memberikan keleluasaan kepada rakyat kecil untuk berusaha mencari rezeki halal dipelataran parkir.

Sebagian besar tukang pijat ini adalah mereka yang tuna netra atau buta. Tidak ada ilmu selain memijat, itupun mempunyai ilmu memijat bukan dari arahan Pemerintah tapi dari dirinya sendiri mencari ilmu untuk pengupayaan kehidupan yang dihadapinya tidak tergantung kepada orang lain. Sebetulnya Pemerintah sudah berterimakasih kepada mereka, mereka tidak merepotkan Pemerintah dalam penyediaan lapangan pekerjaan (berbeda denga yang melek), mereka sudah mencari sendiri, mereka tidak repot meminta tempat untuk usaha, mereka mendapatkan sendiri. Dan selama ini saya belum melihat gejolak atau aksi demo tukang pijat tradisional terhadap Pemerintah untuk di fasilitasi dalam kehidupannya (baru sekarang ini dibuatkan jalan bergerigi untuk tuna netra) ...mereka tidak..., mereka menerima adanya.

 “semoga mereka ..pengelolaan Stasiun Karawang tidak berubah pikiran terhadap kami” itu adalah doa yang selalu dipanjat tukang pijat tuna netra kepada Kholiknya, ya memang sungguh mulia mereka berjihad mencari nafkah untuk keluarganya untuk keperluan makan, berpakaian, biaya sekolah dan lainnya semuanya dari memijat ini. Ternyata yang lebih mulia adalah mereka yang mengizinkan kepada tukang pijat tuna netra untuk mencari rezeki halal untuk menyambung hidup keluarganya. Mugia Dzat Alloh SWT berkenan memberikan keberkahan kepada yang meminta izin dan kepada mereka yang memberi izin untuk mengais remah-remah rezeki halal di pelataran parkir Stasiun Karawang...amin.

Mudah-mudahan tulisan sederhana ini bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.
Karawang 14 Juni 2018.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar