Mengais remah-remah
rezeki halal di pelataran parkir Stasiun Karawang.
Untuk jaman sekarang sepertinya
harus berjuang keras untuk mendapatkan uang untuk menyambung hidup di Karawang,
karena sudah berubah dari kultur pertanian ke kultur industri, kita harus siap
dengan perubahan ini, jika tidak kita kan tergilas roda kemajuan di Kota
Karawang.
Seperti propesi tukang urut atau
tukang pijat tradisional, dulu masih dibilang bisa mumpuni untuk membiayai
hidupnya, tanpa harus berjuang keras bersaing dengan yang lain. Tapi untuk
kemajuan di Kota Karawang sekarang perlu perjuang ektra bagi mereka yang
berprofesi Tukang Urut atau Tukang Pijat Tradisional, mereka harus bersaing
dengan Panti Pijat yang modern segala-galanya he he he , dari segi teknis pelayanan maupun non teknis pelayana he he he .
Dari sekian banyak profesi di
Kota Karawang yang serba, ada yang tertinggal..., masih tradisonal yaitu pijat
tradisional di pelataran parkir stasiun Karawang. Kegiatan ini dari jaman Kompeni
Belanda hingga kini masih ada dan konsumennya masih setia. Bila dilihat
sepintas memang jauh dari higein dan keindahan, karena tempat terbuka
dipelataran parkir Stasiun Karawang, tetap konsumen banyak. Salah keberlangsungan
usaha kecil ini adalah adanya kebaikan dari pengelola Stasiun Karawang yang
memberikan keleluasaan kepada rakyat kecil untuk berusaha mencari rezeki halal
dipelataran parkir.
Sebagian besar tukang pijat ini
adalah mereka yang tuna netra atau buta. Tidak ada ilmu selain memijat, itupun
mempunyai ilmu memijat bukan dari arahan Pemerintah tapi dari dirinya sendiri
mencari ilmu untuk pengupayaan kehidupan yang dihadapinya tidak tergantung
kepada orang lain. Sebetulnya Pemerintah sudah berterimakasih kepada mereka,
mereka tidak merepotkan Pemerintah dalam penyediaan lapangan pekerjaan (berbeda
denga yang melek), mereka sudah mencari sendiri, mereka tidak repot meminta
tempat untuk usaha, mereka mendapatkan sendiri. Dan selama ini saya belum
melihat gejolak atau aksi demo tukang pijat tradisional terhadap Pemerintah
untuk di fasilitasi dalam kehidupannya (baru sekarang ini dibuatkan jalan
bergerigi untuk tuna netra) ...mereka tidak..., mereka menerima adanya.
“semoga mereka ..pengelolaan Stasiun Karawang
tidak berubah pikiran terhadap kami” itu adalah doa yang selalu dipanjat tukang
pijat tuna netra kepada Kholiknya, ya memang sungguh mulia mereka berjihad
mencari nafkah untuk keluarganya untuk keperluan makan, berpakaian, biaya
sekolah dan lainnya semuanya dari memijat ini. Ternyata yang lebih mulia adalah
mereka yang mengizinkan kepada tukang pijat tuna netra untuk mencari rezeki
halal untuk menyambung hidup keluarganya. Mugia Dzat Alloh SWT berkenan memberikan
keberkahan kepada yang meminta izin dan kepada mereka yang memberi izin untuk mengais
remah-remah rezeki halal di pelataran parkir Stasiun Karawang...amin.
Mudah-mudahan tulisan sederhana
ini bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.
Karawang 14 Juni 2018.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar