Bendungan Walahar Di
Karawang Setitik Kejujuran Dari Kolonialisme Belanda
![]() |
Masih berdiri dengan gagah |
Bendungan Walahar yang terletak
di desa walahar kecamatan Klari kabupaten Karawang. Merupakan salah satu
warisan dari kolonialisme Belanda yang berfungsi mengatur debit sungai Citarum
yang mengalir dari Gunung Wayang Bandung ke utara ke laut jawa. Debit sungai
Citarum ini, diatur oleh 3 bendungan besar yaitu Saguling, Cirata, Jatiluhur,
dan bendungan kecil sebelum bendungan Walahar yaitu bendungan Curug dan yang
terakhir adalah bendungan Walahar, jadi sepanjang sungai Citarum ini ada 5
bendungan. Bendungan walahar berfungsi untuk mengairi sawah di daerah pantai
utara Karawang dan Subang. Luas sawah yang diairi oleh air sungai Citarum ini
sebanyak kurang lebih 80 ribu hektar sawah ( mungkin sekarang sudah susut,
karena banyak sawah yang beralih fungsi lahan, menjadi perumahan , gudang dan
industri).
![]() |
Pak.Opik bersama penulis |
Bendungan walahar selesai dibangun
pada tahun 1925 dengan dimensi
panjang kurang lebih 50 meter. Mempunyai
4 pintu yang dapat diangkat dan
diturunkan untuk mengatur debit air sungai untuk masuk ke saluran irigasi, dan
1 pintu dari bak/Lock khusus. Bangunan
Bendungan walahar mempunyai 3 lantai, lantai pertama digunakan untuk pintu air,
dan lanatai ke 2 untuk jembatan penyeberangan kendaraan bermotor dan orang, sedang
lantai 3 berupa tempat mesin pengangkat pintu air. Menurut pa Opik Petugas Pengawas
Bendungan Walahar “ mesin yang digunakan berupa mesin diesel satu silinder
buatan negara Eropa, merk pastinya...saya
lupa, nanti saya infokan ” . “Mesin
diesel ini sudah ujur, karena dibuat sebelum jaman kemerdekaan RI, karena kami
memperhatikan prosedur perawatan yang baik, hingga sekarang mesin ini masih berfungsi
dengan baik, dan dapat digunakan untuk menurunkan dan mengangkat pintu air”
tambah beliau.
![]() |
Sudah lama tidak digunakan Merk mesin diesel "Slavia Made in Cekoslovakia |
Bendungan walahar ini, oleh
insinyurnya sudah dirancang sedemikian rupa, selain mempunyai 4 pintu, juga mempunyai 1 pintu dari bak/Locks khusus kegunaannya adalah untuk
memindahkan perahu, getek/rakit dari
sisi hulu sungai ke sisi hilir sungai
dan sebaliknya, karena pada jaman itu sungai merupakan alat tranportasi
mobilitas orang dan barang, tapi sekarang tidak dipergunakan lagi, karena semua
mobilitas orang dan barang sudah menggunakan mobil dan jalan raya.
Padahal untuk melihat keadaan
sekarang bisa dipertimbangkan kembali untuk memakai jalur sungai untuk angkutan
barang ke Jakarta. Karena sudah jenuh dan sering macet, dimana saja, di jalan tol
pun sering macet. Sungai Citarum yang bermuara tidak jauh dari Tanjung Priok,
bisa dipertimbangkan untuk pemecahan kemacetan di jalan raya dan jalan tol,
tentunya untuk angkutan kelas berat seperti pengangkutan kontainer.
![]() |
Setahun sekali dikurasnya |
Bendungan walahar ini sejak dibangun
hingga sekarang masih kokoh berdiri hingga sekarang tidak bergeser secentimeterpun,
padahal bendungan ini selalu menahan ribuan ton lajunya air sungai Citarum,
apalagi dimusim penghujan.
![]() |
Operator sedang mencoba menghidupkan mesin ujur |
Bukan bendungan Walahar saja,
banyak bangunan warisan kolonialisme, rata-rata bangunannya masih awet hingga
bertahan sampai ratusan tahun lamanya, dibanding dengan bangunan jaman
sekarang. Mereka (mungkin) membangunnya dengan hitungan yang benar dan jujur,
tidak ada hitungan banci, awet hingga
sekarang. Ternyata kolonialisme Belanda mewariskan setitik kejujuran yang luput
perhatian kita untuk dipelajari dan diterapkan sehari-hari, hingga kita sering
melihat dan mendengar bangunan yang baru dibangun sudah rusak, bahkan sudah
roboh kembali. Apa salahnya apabila kita merenungkan kembali peristiwa ini demi
kebaikan kita semua. Terimakasih.
![]() |
Bukti perawatan yg baik.., mesin berfungsi |
Mudah-mudahan tulisan sedehana
ini bermanfaat bagi kita semua. Dan saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Opik atas informasi dan foto Bendungan Walahar di Karawang.
Karawang, 1 Oktober 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar