WADUK CIAWI
Berbagai cara sudah dan sedang
dilakukan Pemerintah untuk menanggulangi banjir yang melanda Kota Jakarta,
seperti normalisasi aliran sungai Ciliwung dengan membongkar bangunan liar,
melebarkan sungai dan langsung diturap beton bantaran kali dengan harapan
aliran sungai dapat lancar menuju muara.
Upaya yang masih dalam perencanaan
adalah membuat waduk di Ciawi Bogor, tepatnya di Kecamatan Mega Mendung,
menurut rencana akan dibangun 2 waduk, waduk Sukamahi dan waduk Ciawi, luas
waduk Ciawi sebesar 119 hektare, dengan daya tampung air sebanyak 6,45 juta
meter kubik dan waduk Sukamahi sebesar 42 hektare dengan daya tampung air
sebesar 1,68 juta meter kubik.
Saya selaku warga negara tercinta ini, dan saya bukan Insinyur Sipil yang tidak paham itung itungan membuat bangunan, apalagi untuk menghitung bangunan waduk atau dam. Tapi saya mempunyai itung itungan kekhawatir terhadap rencana ini, karena waduk ini akan dibangun di hulu sungai Ciliwung yang bermuara di Ibu Kota.
Saya selaku warga negara tercinta ini, dan saya bukan Insinyur Sipil yang tidak paham itung itungan membuat bangunan, apalagi untuk menghitung bangunan waduk atau dam. Tapi saya mempunyai itung itungan kekhawatir terhadap rencana ini, karena waduk ini akan dibangun di hulu sungai Ciliwung yang bermuara di Ibu Kota.
Yang saya tahu, penjajah Belanda pada
waktu itu, untuk merencanakan penanggulangan banjir di Jakarta hanya membuat
kanal barat dan kanal timur, rencana membangun waduk di hulu sungai Ciliwung
tidak ada perencanaan kesana, mungkin penjajah Belanda ini memperhitungkan
resiko jebolnya waduk yang dapat menghancurkan dengan hebat bangunan, jembatan
atau lainnya yang ada di sepanjang alur sungai Ciliwung menuju Jakarta, karena
sungai Ciliwung bermuara disana.
Untuk itu saya menyarankan kepada
Pemerintah untuk belajar kepada kejadian yang pernah terjadi seperti :
2. Bendungan Vajont Italia, berada di ketinggian 261 meter di atas permukaan laut, pada tanggal 10 Oktober 1963 terjadi longsor di sekitar bendungan, mengakibatkan air meluber melewati struktur bendungan sebanyak kurang lebih 30 juta meter kubik, meluncur dengan hebat ke lembah di bawahnya, Anda bisa bayangan 30 juta meter kubik dengan kecepatan 110 kilometer per jam..., akibatnya banyak desa yang hilang dari peta, korban manusia sebanyak 2000 orang meninggal dunia.
Desa
Langarone setelah kejadian air bah. (Gambar dari : versesofuniverse.blogspotcom)
untuk menakut nakuti, agar tidak jadi dibangun waduk, tapi
untuk mengantisipasi resiko yang timbul sebelum menjadi
masalah yang lebih rumit, yang penyelesaiannya membutuhkan
waktu , tenaga dan biaya yang tidak sedikit.
Salah satu penanggulangan banjir di Jakarta adalah dengan memecah atau mengalihkan sedikit ke sungai lainnya yang berada di samping kiri dan kanan sungai Ciliwung, seperti Sungai Cisadane yang bermuara di Tangerang, Sungai Ciujung bermuara di Serang Banten, Sungai Kali Bekasi yang bermuara di Bekasi dan Sungai Citarum yang bermuara di Karawang Utara, hingga mencapai muara di Jakarta volume air sungai Ciliwung sudah berkurang. Apalagi seandainya sodetan Kampung Melayu
sudah rampung 100%.
Dengan cara membuat bendungan kecil setinggi 1-1.5 meter
pada tiap tiap 10 kilometer, kemudian dibuatkan aliran
pengalihan dikiri kanan sungai menuju sungai , baik terbuka
(kanal kecil) atau tertutup (pipa) seperti pada gambar ilustrasi
di bawah ini :

Selain daripada itu, penanggulangan banjir di Jakarta yaitu
dengan moratorium pembangunan di hulu sungai Ciliwung,
apapun bentuknya, ini mungkin sudah klasik diutarakan, tapi
hingga kini masih terus berjalan demi meningkatkan
perekonomian, padahal meningkatnya perekonomian selalu
diikuti oleh kerusakan ekosistem.
Bila Ekosistem ini tidak dijaga dengan baik, salah satu
akibatnya banjir besar pada musim penghujan dan kekurangan
air pada musim kemarau, karena ekosistemnya sudah tidak
berfungsi sebagaimana mestinya, seperti gunung dan hutannya
merupakan tempat cadangan air, hingga mengalir terus
walaupun pada musim kemarau. Ada pepatah orang kita dahulu
“Gunung Hejo, leuweung hejo rakyat ngejo” secara harfiah
dapat diartikan masyarakat tidak akan kekurangan pangan
selama gunung dan hutannya asri, karena masih menghasilkan
air yang tidak pernah kering, untuk memberi huriping hirup
kepada masyarakat. Terma kasih.
Jakarta, 25 Nopember 2015.