Kongres Ke II Jeki Siang dan Jeki Malam
 |
Kongres Jeki Siang dan Jeki Malam Tidak kalah seru dengan ILC |
Bagian
Keenam
Tentang Pemimpin bermental “budak angon”
Jeki Siang
yang sedang asik mencabuti jenggot kecil yang tumbuh disekitar dagunya,
mendadak kaget yang cukup luar biasa hingga beliau tidak bisa mengeluarkan
suara dengan jelas, hanya tangannya yang menunjuk nunjuk ke arah bayangan putih
yang mendekati ke Pos Ronda tempat mereka kongres.
Jeki Malam
melihat temannya seperti itu ketakutan akan sesuatu. “ Jek..,Jek... ada apa..??”
tanya Jeki Malam berteriak, diikuti tangannya menggoyang goyangkan badan Jeki
Siang yang agak kaku karena katakutan, “poc..poc...pocoooong” ujar Jeki Siang dengan
suara yang lemah dan langsung semaput.
Apa yang
ditunjukkan Jeki Siang, memang dari kejauhan nampak bayangan putih yang
bergerak lambat menuju Pos Ronda. Melihat hal ini.., Jeki Malam langsung
mulutnya komat kamit, Pemirsa budiman
jangan tanya apa yang dikomat kamitin sama Jeki Malam, mohon maaf, saya selaku
penulispun tidak tahu yang yang dikomat kamitin sama beliau, sudah lah..., itu
mah urusan Jeki Malam.
Bayangan
putih makin mendekat, mulut jeki Malampun bertambah kencang komat kamitnya, muka sudah pucat,
keringat dingin dimana mana “waduh sialan jampe
ane ngga menpan..., gimana neh...”
Jeki Malam setengah putus asa, bayangan putih tidak hilang malah makin
mendekat, jeki Malam sudah ancang ancang mau kabur, “kabur kemana ya..??,
kesana..gelap, kesini...gelap” pikiran Jeki Malam galau. “Assajiiiiiimmmmm” Jeki Malam kaget dengan mata melotot, mulut
terbuka, detak jantungnya berhenti, Pemirsa budiman karena saking takutnya Jeki
Malam harusnya menyebut astaghfirullah hal adzim jadi Assajiiiiiimmmmm
he’he’he’.
Anehnya
kejadian ini tidak mengganggu kekhusuan Pa RT Junot dalam tidurnya, dan Mang Juneh Pantes masih tekun memijat
badan Pa RT Junot, bagi Pa RT Junot yang sedang tidur pulas, mungkin tidak
terdengar suara kedua Jeki ini, bagi Mang Juneh Pantes dianggapnya mereka
berdua sedang ngobrol seru, ternyata setelah bayangan putih terlihat dengan
jelas, yang disangka pocong oleh Jeki siang
adalah Pa Guru Didi Mulyadi Samidi, yang datang ke Pos Ronda, dengan
sengaja sarungnya yang berwarna putih di kerudungkan pada seluruh badannya,
bukan untuk menakut nakuti mereka yang kongres di Pos Ronda, tetapi untuk
sekadar menahan hawa dingin malam.
“Jeki.. kenapa mata kamu melototin saya, emang
kamu sudah ngga kenal lagi ama saya” kata Pa Guru Didi Mulyadi Samidi dengan heran
melihat Jeki Malam seperti yang tidak mengenalnya, padahal bertemu dengan jeki Malam
baru siang tadi, waktu memberikan beberapa buku usang kepadanya, “Jeki
nyebut..nyebut” kata Pa Guru Samidi memberi perintah, alam pikiran Jeki Malam
mulai sadar “nyebut..nyebut...” Jeki Malam mengikuti perintah Pa Guru Didi
Mulyadi Samidi, “ jeki tarik napas..., keluarin pelan pelan” perintah ulang ke
Jeki Malam, “nah sekarang gimana dah baikan” tanya Pa Guru Didi Mulyadi Samidi,
“ sudah Pa” jawab Jeki Malam.
“Ada apa seh
kamu bisa begitu..., ada yang ditakutin..??” tanya Pa Guru Didi Mulyadi Samidi,
“iy..iy...ya betul Pa Guru, saya kira yang datang kesini itu pocong..!, karena
serba putih semua, ternyata Pa Guru, he’he’he’
“ jawab Jeki Malam dengan suara yang agak gemetar, terlihat kegembiraan, karena
jantungnya berdetak kembali, mukanya sudah tidak pucat lagi, “maaf Pa Guru,
saya sudah menganggap Bapak sebagai pocong.” Jeki Malam berterus terang dan meminta
maaf ke gurunya, walaupun Jeki Malam sudah lama lulus dari SD Inpres dimana Pa
Guru Didi Mulyadi Samidi mengajar, tetap predikat guru itu tidak luntur oleh
waktu dan tempat, “ jadi saya ini dari kejauhan seperti bayangan putih atau
pocong yang mendekat ke Pos Ronda hua ha
ha “ tanya Pa Guru Didi Mulyadi Samidi sambil tertawa, “betul Pa Guru,
sekali lagi saya mohon maaf atas kelancangan saya ini” Jeki Malam tetap meminta
maaf, “ sama sama Jek..!, saya juga kenapa sarung ini saya kerudungin ...jadi
kamu salah lihat..., hua ha ha “ Pa
Guru Didi Mulyadi Samidi memaklumi keadaan.
“Waah Mang
Juneh apa khabar neh..., dah lama baru keliatan lagi???” tanya Pa Guru Didi
Mulyadi Samidi, mendengar suara Pa guru Didi Mulyadi Samidi, Mang Juneh
berhenti sejenak memijatnya, “iya..., Pa Guru..., alhamdullilaaah kabar Mang
baik dan sehat” balas Mang Juneh
sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Pa Guru Didi Mulyadi Samidi.
Setelah
mereka berbasi basi, Pa Guru Didi Mulyadi Samidi memperhatikan
posisi Jeki Siang celentang seperti sedang nyenyak, “eehh ini siapa yang
tiduran, masih sore sudah tidur” tanya Pa guru Didi Mulyadi Samidi, “ Jeki
Siang Pa Guru...” jawab Jeki Malam, “ Pa Guru.., dia bukan tidur, tapi semaput
waktu liat bapak datang ke sini pake kerudung putih, disangkanya pocong, he’he’he’”, “ooo si Jeki Siang
pingsan..., pantes suara ngga kedengeran he’he’he’,
Jekiii..., Jekiii..., kamu mah ngga boleh liat yang aneh aneh” Mang Juneh beri komentar sambil
terkekeh, “ dia mah super penakut, makanya dia dinamain Jeki Siang, karena ngga
pernah keluar malam..., saking super penakutnya, cuma baru kali ini Mang lihat Jeki Siang keluar malam” kata
Mang Juneh Pates membuka rahasia nama
Siang di belakang nama Jeki. Mendengar berita Dari Mang Juneh Pantes Jeki Malam dan Pa Guru tertawa hua ha ha ha, apalagi Jeki Malam “
pantes aja.., kalo gitu mah, ane jadi tau rahasianya ha ha ha, “ di kepretin
ama air aja mukanya, ntar juga bangun” Mang
Juneh Pantes memberi perintah ke Jeki Malam. Jeki Malam langsung mengambil air
kemasan Pa RT Junot yang masih tersisa, kemudian diciprat cipratkan ke muka
Jeki Siang, kontan matanya terbuka, langsung loncat ke bagian
tengah antara Pa Guru Didi Mulyadi Samidi dan Jeki Malam dan berteriak “ ada pocong… ada
pocong…”, “ neh pocongnya” saut Jeki Malam sambil menunjuk ke Pa Guru Didi
Mulyadi Samidi, “ doraka loe …., Pa
Guru disangka pocong he’he’he’ , “
ledek Jeki Malam, “neh… cuci muka ente biar jelas ngeliatnya” tambah Jeki Malam sambil
memberikan air kemasan kepada jeki Siang untuk menbasuh mukanya.
Setelah membasuh mukanya, pangaciannya
atau kesadaranya Jeki Malam mulai terkumpul kembali, dengan wajah yang penuh
malu terhadap Pa Guru Didi Mulyadi Samidi, Jeki Siang meminta maaf, “maaf Pa Guru saya salah”, “ ngga apa apa
jek..!” saut Pa Guru Didi Mulyadi Samidi, “ tiap orang pasti ada salahnya.., apalagi
kondisi gelap kurang penerangan listrik, jangankan kamu Bapak juga bisa salah ngeliat”
tambah Pa Guru dedi Samidi.
Pemirsa budiman jangan heran kalau di lingkungan kita sendiri masih ada
yang malas memasang lampu untuk penerangan jalan atau penerangan di sekitar
lingkungan atau rumah, padahal manfaatnya bukan untuk umum saja, tapi pemilik
rumahpun akan menikmati manfaatnya, kadang kalau kita pikirkan akan tojaiah dengan niat pertama sebelum
adanya listrik di lingkungan kita, sebelum ada listrik di lingkungan kita
selalu berkata “kalau ada listrik
di lingkungan kita,
akan lebih enak , karena jalan jalan akan lebih terang, anak anak bisa bermain
di halaman rumah pada sore atau malam hari tanpa ada rasa takut berlebih,
keluar malampun tidak akan takut karena kegelapan”, tapi… ternyata setelah ada
listrik di lingkungan kita…, tetap jalan di lingkungan masih seperti dulu yaitu
gelap tanpa ada penerangan listrik, dengan alasan yang bermacam macam seperti
merasakan lebih mahal bila nanti membayar tagihan listrik. ”lebih bagusnya
mereka yang rumahnya dipinggir jalan tanpa disuruh ama aparat RT, mau memasang
lampu untuk penerangan jalan manfaatnya sangat banyak dan luar biasa, kalao
jalan ini terang, tentunya kamu tidak akan semaput ya…he’he’he’ ” ujar Pa Guru dedi Samidi sambil melirik kearah Jeki
Siang , mendengar sindiran oleh Pa Guru, Jeki Siang tersenyum malu dengan
kejadian tadi. “ Betul Pa Guru.., mereka harusnya begitu agar kampong kita
terlihat aman, asri ngga ada yang ketakutan bila keluar malam”, “ iya …, kayak
ente Jeki…he’he’he’ ” Jeki Malam
meledek jeki Siang, “ kenapa seh.., ente
takut amat ama hantu..??” tanya Jeki Malam …, “ jek..!, hantu mah ngga ada
tulangnya kenapa takut …!” tambah Jeki Malam dengan suara yakin 100% bahwa dia
termasuk orang berani, “ laahh tadi kamu bilang “Assajiiiiiimmmmm“, maksudnya kamu mao bilang “astaghfirullah hal adzim” , karena grogi dan rasa takut,
jadi kamu salah ucap ya..he’he’he’ “ kata
Pa Guru dedi Samidi, “yaah Pa Guru mah membuka rahasia ane neh he’he’he’” protes Jeki Malam, mendengar
ucapan Pa Guru Dedi Samidi, Jeki Siang tertawa girang, karena tahu bahwa yang
penakut itu bukan hanya dirinya saja, tetapi Jeki Malam pun termasuk orangnya,
“yahhh tau dah sekarang mah he’he’he’,
sesama orang penakut jangan saling ledek ya…!” Jeki Siang meminta Jeki Malam
untuk tidak meledeknya.
“Betul Jek..!, hantu itu ngga ada tulangnya, jadi ngga ada yang perlu
ditakuti, hantu itu sebetulnya perasaan takut kita sendiri jadi kenyataan, atau
jin bangor yang selalu iseng mengganggu kita agar selalu resah”, “ sebetulnya
hantu juga bisa memberi motivasi atau conto kepada kita.., seperti contonya
hantu pocong, Jek..! tau ngga kamu hantu pocong memberi conto kepada kita..??”
tanya Pa Guru Dedi Samidi kepada Jeki Malam, “ngga tau Pa Guru” jawab Jeki
Malam, “ hantu pocong itu memberi contoh hidup sederhana, warnanya puuutiih
terus dia mah ngga pernah gonti ganti kostum…, dimana saja..kapan saja”, “ hua ha ha ha” semua tertawa, apalagi
Jeki Siang, dia yang paling keras tertawanya dan terpingkal pingkal, dia lupa akan
semaput tadi, Jeki Malam hanya bisa ikut tertawa partisipasi saja, dan matanya
melirik Jeki Siang “ehmmmmm ..,
dedemit lagi jadi contoh, pantes Jeki Siang ketawanya
kenceng buanget , rupanya Pa Guru Didi Mulyadi Samidi seguru se elmu ama dia”
begitu kata hatinya Jeki Malam menggerutu.
Walaupun
kongres di Pos Ronda berisik penuh dengan tertawa, posisi Pa RT Junot tidak
terganggu, malah tambah keras dengkurnya dan Mang Juneh Pantes pun tetap melaksanakan tugasnya dengan penuh
dedikasi yang luar biasa.
“Sebetulnya..,
saya harus minta maaf ke Pa RT Junot” ujar Pa Guru Didi Mulyadi Samidi, “kenapa
Pa??” samber Jeki Siang, “ emang Pa Guru salah apa ke Pa RT Junot???” tambah
Jeki Malam, “ laah kamu nyadar ngga , saya datang telat..,he’he’he’ “ jawab Pa Guru Didi Mulyadi Samidi diiringi tertawa
kecil, “ha ha ha , itu mah ngga
seberapa Pa Guru ampe minta maaf segala, kirain Pa Guru punya salah apaan,
kecil itu mah Pa Guru” Jeki Malam berpendapat masalah datang terlambat, hal
biasa dan lumrah terjadi, dan dianggap tidak perlu minta maaf dan bukan suatu
kesalahan. Pemirsa budiman apakah Anda sependapat dengan Jeki Malam..?.
“Saya harus
memposisikan sebagai warga masyarakat, atasan saya adalah Pa RT Junot, saya
selaku anggota masyarakat punya tugas seperti ngeronda ini malam” demikian Pa
Guru Didi Mulyadi Samidi berujar kepada ke dua Jeki ini, agar memahami posisi yang
berbeda di lingkungan masyarakat dengan posisi di lingkungan tempat kita
bekerja. “Saya
datang terlambat dan apapun alasannya, tetap saya salah dan harus minta maaf,
karena ada hal yang dilanggar oleh kita, seperti kode etik pergaulan antar
warga, ada komitmen kita yang tidak didirikan, itu efek negatifnya luar biasa
bagi orang yang melihat hal kesana, karena saya telah memberikan tauladan yang
tidak baik terhadap kita semua selaku warga masyarakat, apalagi bagi mereka
yang tipis iman hal ini bisa dijadikan contoh atau patokan bagi mereka untuk
melanggar kode etik pergaulan bagi kepentingan pribadinya” tambah Pa Guru Didi
Mulyadi Samidi dengan panjang lebar menjelaskan kenapa kita harus meminta maaf
terhadap kelakuan atau prilaku yang tidak elok dilakukan walaupun ada alasan
yang kuat untuk melakukkanya.
“ Tuh… dengerin jek…!, apa yang
diomongin ama Pa Guru Didi... bener…”, kata Mang Juneh, “ Mang juga tadi sebelum pa Guru Didi datang kesini, sudah Mang
singgung, kita harus berani mendirikan ntu yang namanya komitmen, dimana saja
…, kapan saja…” tambah Mang Juneh
Pantes, “ betul ga Jek..!” Mang Juneh
Pantes nanya ke Jeki Malam yang kebetulan keningnya berkerut alias bingung he’he’he’ , “yang diomongin ama Pa Guru…, terus teraang ane belum ngarti
bener, dimana pelanggarannya” kata jeki Malam terus terang, “ada yang dilanggar
adalah janji kita, ngeronda itu sebelumnya dirembukin atau dirapatin ama
seluruh warga, disitu ada kesepakatan
kelompok ronda, jam ronda, hari ronda, semua warga tahu
akan tugas ngerondanya, jamnya, harinya dan kelompoknya”, “saya datang
terlambat, padahal jam mulai datangnya ke Pos Ronda ini saya tahu, kemudian
saya datang terlambat…, itu yang disebut …pelanggarannya”, “oooo .., ane baru
ngarti sekarang mah he’he’he’, tapi belon
tentu meminta maaf dilakukan oleh yang lain” kata Jeki Malam, “ ngga apa
apa..orang lain mah Jek..!, asal jangan saya” kata Pa Guru Didi Mulyadi Samidi,
mendengar jawaban Pa Guru Didi Mulyadi Samidi, Jeki Malam tersentak “beu..,
betul betul guru.., kapan saja dimana saja perilakunya tetep guru, di gugu dan
ditiru” kata hati Jeki Malam.
“Emang Pa Guru habis
darimana..?” tanya Jeki Siang, “ neh liat “ kata Pa Guru Didi Mulyadi Samidi
sambil memperlihatkan topi putih yang biasa dipakai oleh orang yang sudah
pulang dari tanah suci, “ oooo…, siapa yang baru pulang dari tanah suci…??”
tanya jeki siang meneruskan pertanyaan, “ Paman saya, alhamdullilaaah….,
beliau selamat sampurna kembali ke rumahnya”, “pantes aja Pa Guru Didi Mulyadi Samidi datang
terlambat kesini” kata Jeki Malam, “kita tahu pada tahun ini, di sana banyak cobaan
cobaan yang harus dihadapi oleh mereka yang sedang menunaikan ibadah haji seperti..
badai, hotel terbakar.., tiang keren jatuh menimpa banyak jemaah yang jadi
korban, yang terakhir musibah Mina sekian ratus jemaah dari negeri tercinta ini
jadi syuhada,
“ Pa Guru Didi dikasih oleh oleh apa aja...?” kata Jeki Siang, “ saya mah minta
doanya, katanya mereka yang baru pulang dari tanah suci, selama 40 hari doanya
manjur..”, “ doanya apa aja...Pa Guru...???, kalo ane boleh tau” pinta Jeki
Malam, “doanya... saya minta berkah selamat dunia dan akherat”, “yaaahh hanya
itu..?” Jeki Malam seperti menyesal doa Pa Guru Didi Mulyadi Samidi hanya
meminta berkah selamat, “kenapa ngga sekalian minta harta yang banyak, biar
kaya raya kayak Pa
Haji Adang kakaknya Pa Haji Adeng”
tanya Jeki Malam dengan polosnya “ betul Jek..., kamu ngga salah, tiap tiap
orang punya keinginan yang berbeda beda, dan jadi orang yang kaya raya salah
satu tujuan hidup dari banyak orang, “berarti betul dong pertanyan ane...”
jawab Jeki Malam, “ betul sekali pertanyaan kamu, tujuan hidup itu banyak, dan
orang bermacam macam menafsirkan tujuan hidup ”, ” jadi orang yang banyak hartanya oleh keyakinan kita ngga dilarang,
bahkan dianjur untuk mencari harta sebanyak banyaknya seolah olah akan hidup
selamanya, tapi ingat.... kita harus ibadah karena
hidup kita ngga tau kapan selesainya…he’he’he’,
bisa sekarang…., bisa besok…, bisa kapan aja, tergantung yang Maha Kuasa, tapi kebanyakan
orang tujuan hidup itu untuk jadi orang kaya raya” kata Pa Guru Didi Mulyadi Samidi.
“Luar biasa …Jek..!, kalau kita
jadi orang kaya , kita jadi mudah untuk berbuat sesuatu apalagi untuk
beribadah, seperti membantu orang yang kesusahan, karena kita jadi orang kaya
pasti dengan mudah untuk membantunya, pada hari idul qurban pun dengan mudah
kita membeli puluhan ekor sapi dan kambing untuk dibagikan kepada fakir miskin,
mau munggah haji pun membawa keluarga kita bisa dan gampang tanpa memikirkan
biayanya, pokoknya serba gampang untuk membantu para fakir miskin” Bapak Guru Didi Mulyadi Samidi
menjelaskan untungnya jadi orang kaya raya, banyak harta dapat digunakan untuk
kebaikan umat, “ iyaa Pa Guru…, kalo semua orang kaya seperti yang Pa Guru
omongin, tapi kalo sebaliknya gimana…? Jeki Malam bertanya, “betul …Jek..!, masih
banyak orang kaya yang marahiwal salah
kaprah terhadap hartanya, akibatnya mereka seperti diperbudak oleh harta, dulu waktu
mereka tidak punya apa apa, mereka berjuang untuk mencari harta kekayaan…,
pepatah bilang kepala jadi kaki, kaki jadi kepala untuk mencari kekayaan, bekerja keras siang dan malam, tapi kenyataannya
setelah hartanya banyak…, tetep pepatah itu tidak berbalik…kepala jadi kaki,
kaki jadi kepala… untuk mempertahankan atau memperbanyak hartanya…, jadi…kapan
mereka menikmatinya…., jangankan untuk orang lain untuk dirinya sendiri aja
tidak”, “ itu salah satu rumus ingin cepat kaya…, untuk dirinya aja…susah ,
apalagi untuk orang lain, bahkan mereka bertambah serakah, padahal mereka sudah
dikasih kode jangan serakah, kita harus beribadah untuk bekal diakherat, seolah
olah akan mati pada saat ini, atau hari ini atau besok, lusa….., maka nya
Jek…!, kamu berdua seandainya kamu berdua ditakdirkan jadi orang kaya raya,
kamu jangan serakah, harus inget purwa daksi nya,
“amin Pa Guru…, mudah mudahan doa Pa guru jadi kenyataan” Jeki siang dan Jeki
Malam menjawab bareng, “ ane dah bosen hidup miskin terus…,susah terus…,
kayaknya ngga bakalan ketemu ujungnya susah…he’he’he’”
Jeki Malam berujar, seperti orang hampir putus asa
dalam mengikuti kehidupannya selama ini, “ sabar Jek …!, memang bahasa Tuhan
itu yang kita tidak tahu, sekarang kita sedang menjalani kehidupan yang susah
sekali berbeda dengan orang lain yang yang gampang menikmati kehidupan ini,
seolah olah ada ketidak adilan dalam memberikan penghidupan”, “ betul Pa Guru
seperti Tuhan tidak adil terhadap ane, dari semenjak lahir hingga sekarang
belon menikmati indahnya hidupnya…emmm” jeki Malam mengeluarkan uneg uneg selama ini yang
mengganjal dalam lubuk hatinya
diiringi senyum kecil yang misterius.
“Jek...!,
Tuhan telah menciptakan alam dunia sedemikian rupa, dari benda kasar yang dapat
lihat dan diraba kita, hingga benda halus yang hanya indera kita yang
merasakannya, sekaligus dengan hukum hukumnya, sifat sifatnya yang berbeda satu
sama lain, dan kita sebagai makhluknya, harus bisa belajar dari hal ini, karena
diperbedaan itu ada tanda tanda ke Agungan Yang Maha Kuasa, karena disitu
tersembunyi rahasia rahasia Tuhan yang harus ditemukan, difahami dan dijalani,
agar hidup kita berkah selamat dunia dan akherat.
“Perbedaan
perbedaan yang Beliau ciptakan adalah untuk kepentingan umat itu sendiri, coba
bayangkan oleh kamu...Jek..!, jari tangan kamu Jempol semua, kaki kamu kiri
semua...”, “hua ha ha ha “ Jeki Siang
dan Jeki Malam tertawa terbahak bahak mendengar penjelasan dari Pa Guru Didi
Mulyadi Samidi, “betul Pa Guru bisa kerepotan kita, kita
ngga bisa ngupil kalo jari tangan kita jempol semua” ujar Jeki Siang, “ apa
lagi kalo kaki kita kiri semua...atau kanan semua, kaga bakalan nyampe nyampe
ke tujuan, kita muter muter aja ditempat, kita bisa berjalan lurus sebab kaki
kita berbeda kiri dan kanan he’he’he’”
tambah Jeki Malam tidak mau ketinggalan memberikan pendapat.
“Sekali
lagi.. Jek.!, kita harus fahami betul betul kudrat dan iradat dari Tuhan....,
itu tidak sembarangan..., pasti ada maksud dan tujuannya, cuma kita tidak tahu,
dan kita selalu terburu buru dan gampang terbujuk oleh rayuan nafsu kita, agar
cepat menilai kehidupan yang kita jalani, kemudian kita bandingkan dengan
mereka yang lebih mudah, lebih enak.., dan kesimpulannya menganggap Tuhan telah
bertindak tidak adil..., betulkan Jek...?” Pa Guru Didi Mulyadi Samidi memberi pandangan terhadap penilaian kehidupan yang
di gariskan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa seolah olah tidak adil, sekaligus
meminta penilaian dari Jeki Malam.
“Betul
sekali Pa Guru...” jawab Jeki Malam dengan pasti, “ ngga apa apa kamu sekarang
berpendapat begitu terhadap Tuhan, walaupun pada dasarnya tidak boleh
berprasangka buruk terhadap Tuhan, untuk memupus prasangka begitu, sebaiknya
kita sering tafakur
dan tasyakur… dimana saja kapan saja, sebetulnya mengeluh pun kita tidak boleh”,
mendengar wejangan dari Pa Guru Didi Mulyadi samidi Jeki Malam terkejut “ waduh….
mengeluh pun sebetulnya kita tidak boleh, apalagi lebih daripada itu ya Pa
Guru..?” tanya Jeki Malam, “ betul jek..!, kita mengeluh sesekali wajar saja…,
tapi kalau tiap hari kita mengeluh mah artinya kita tidak mao menerima kodrat
dan iradat, tidak mau menerima keadaan, kalau kita termasuk orang yang tipis
iman .., larinya akan jalan yang tidak diperkenan oleh Tuhan YME, ke jalan yang
negatif baik secara hukum agama dan Negara, dan harus diingat oleh kamu berdua
mengeluh atau keluhan itu tidak akan meyelesaikan masalah.., malah nambah
masalah.., akan cepat timbul berbagai penyakit, khususnya penyakit hati…,
seperti iri.., dengki…, jail.., fitnah dan sebagainya, kalau tidak salah hitung menurut ahli ada 700 penyakit
hati, dan itu kalau kita pelihara akan menjadi penyakit dibadan
kita, dan sulit dihilangkan
sampai mati”, mendengar perkataan Pa Guru Didi Mulyadi Samidi Jeki Siang terbelalak mata “ waduuuh saya jadi
bingung..,sempet sempet ya.. Pa Guru... itu ahli bisa ngitung penyakit hati ada
700 penyakit, “jangan heran Jek..!, yang namanya ahli bisa aja, bintang di
langit yang jauh aja bisa dihitung, fosil yang terpendam ribuan tahun yang
lalu, bisa ketebak umurnya..., apalagi ini ada dalam diri kita sendiri he’he’he’”, tapi Jeki Malam malah
berbeda kebingungannya “ saya jadi bingung…., jadi kita musti gimana menghadapi kehidupan ini,
yang diperkenan oleh Tuhan dan agar hidup kita selamat dunia dan akherat “
tanya jeki Siang penuh antusias, “coba cobaan itu kita hadapi dengan
kesabaran…, orang sabar itu disayang Tuhan, dan biasanya orang sabar itu akan
subur, akan banyak rejeki, tapiiii dalam menjalankan kesabaran ini harus lah
dibarengi dengan tawakal, kita tetap meminta berdoa memohon keberkahan kepada
Nya, jangan ke yang lain selain Dia.
“ Pa Guru itu kan hanya teori…., gampang diucapkan sulit dilaksanakan he’he’he’ “ tanya jeki Malam, “ betul Jek ..!, teori itu
gampang, dimana mana yang namanya teori itu gampang, elmu apa aja ada teorinya dan gampang, tetapi sulit dalam pelaksanaannnya,
disitulah pentingnya…, karena dalam proses pelaksanaan ada pembelajaran yang
harus kita pahami, ada tempaan tempaan yang akan menempa kita terus menerus,
itu akan membentuk kita sebagai manusia unggul, karena dapat membentuk karakter
kedewasaan kita dalam berpikir dan bertindak, sebetulnya prosesnya yang penting…,
bukan hasil yang penting”, “ ada pepatah yang mengatakan “bilamana kita lemah menempa
diri kita, maka tempaan dunia akan kuat terhadap kita, tapi bilamana kita kuat
menempa diri kita, maka akan lemah tempaan dunia ke diri kita”, “ Pa Guru
tolong terjemahkan kembali ke dalam bahasa yang ane pahami aja he’ he’ he’ “ pinta Jeki Malam terhadap
Pa guru Didi Mulyadi Samidi, “ Jek..!.., artinya kita harus disiplin dalam
mendirikan komitmen kita terhadap aturan agama dan Negara, jangan tergoda oleh
rayuan rayuan yang bersifat duniawi, itu akan menjerumuskan kita ke dalam api
neraka, saya lupa apa itu pepatah.., dalil.., atau perkataan ahli tasauf…, yang
berbunyi begini “ lebih baik kita masuk neraka tapi Tuhan mengizinkan, daripada
kita masuk sorga tapi Tuhan tidak mengizinkan”, “ yaaah tambah bingung lagi dah
Pa Guru mah…, artinya apa Pa Guru…kita masuk neraka dengan izin Tuhan.., terus…kita
masuk sorga, tapi Tuhan tidak mengizinkan,…ane ngga ngerti pa
Guru…..binguuungg.. he’he’he’” tanya
Jeki Malam sambil tangannya mengetuk ngetuk kepala tanda kebingungan.
Dengan penuh kesabaran Pa Guru Didi Mulyadi Samidi menjawab semua
pertanyaan dari Jeki Siang dan Jeki Malam, “ begini Jek.!!, contoh kita hidup
diperkampungan jauh dari kemewahan, dengan kata lain kita hidup dalam kondisi yang serba minim dan terbatas, tidak seperti
hidup di kota, penuh dengan fasilitas yang gampang dan cenderung mewah untuk
ukuran kita mah, tapi kita bisa hidup dengan bahagia, bisa melakukan aktifitas
dengan bebas, tidur kita nyenyak walaupun banyak nyamuk…he’he’he’, bisa kongres disini semaunya.., seolah olah hidup kita
ini tanpa beban, itu artinya kita dineraka tapi Tuhan mengizinkan, sekarang
hidup kita serba berkecukupan cenderung hidup mewah, mao melakukan sesuatu
dengan gampang dan mudah, baik melakukan aktifitas …, pokoknya serba mudah
karena ada duit yang banyak, tapi hidupnya dalam penjara, karena jadi penjahat
yang ditangkap oleh KPK dan Bareskrim, itu arti nya kita masuk surga tapi Tuhan
tidak mengizinkan, untuk apa harta yang banyak kalau kondisi kita seperti itu…?”,”ngga
mao lah Pa Guru..!” jawab Jeki Siang dan Jeki Malam kompak, “ternyata jadi
orang kaya juga ada bahayanya...., bahkan lebih banyak dibanding kita kita ini
ya.., kalo begitu mah mendingan jangan jadi orang kaya..” Jeki Malam
berpendapat, “ jangan begitu Jek !!, jangan putus asa” kata Pa Guru Didi
Mulyadi Samidi menghela pendapat Jeki Malam yang seolah
olah menyerah kepada keadaan, “ seperti yang sudah saya katakan tadi, kita
harus jadi orang kaya, hanya yang harus kita perhatikan adalah “prosesnya”
menjadi orang kaya..., harus dijalan yang diperkenan oleh agama dan negara,
jangan jadi orang yang suka curaling,
ceceremed, serakah, tukang peras dan
sebagainya, “ tapi Paman ane jadi tukang peras sejak bujangan ampe sekarang
punya anak cucu ngga apa apa, ngga ditangkep ama KPK dan Bareskrim, aman aman
aja tuh Jek.!” ujar Jeki Malam, mendengar keterangan dari Jeki Malam tentang Pamannya
yang jadi tukang peras, naluri Jeki Siang unutk mengingatkan kepada Jeki Malam
bahwa itu pekerjaan yang tidak patut dilakoni oleh orang yang beradab, Jeki
Siang langsung berseru semangat sekali “ wah itu bahaya..Jek..!, kamu selaku
keponakannya atau keluarga wajib menasihati Paman kamu agar jangan meneruskan
pekerjaannya sebagai tukang peras, saya kasihan melihatnya nanti, kapan kapan
hukum Tuhan akan terjadi, cuma entah kapan terjadinya kita tidak tahu, lolos di
dunia ini, diakherat ngga bakalan lolos, dan itu tidak baik jadi sumber nafkah
keluarga kita, akan kena getahnya, kasihan mereka.., betul ga..Pa Guru...?”, “
Jek..! sekarang Paman kamu ada di mana...?” tanya Jeki Siang, “ wah jauh
Jek..!”, “ biar jauh juga itu perlu kita kesana, bila perlu saya antar kamu
kesana....” Jeki Siang bersemangat untuk
mengantar Jeki Malam menemui Pamannya.
Mendengar
obrolan Jeki Siang dan Jeki Malam Pa Guru Didi Mulyadi Samidi hanya senyum senyum saja, tidak memberikan reaksi,
seperti sudah tahu arah dan maksud perkataan Jeki Malam. “ Jek..! Paman kamu
tinggal dimana sekarang...?” tanya Pa Guru Didi Mulyadi Samidi, “ beliau tinggal di Pangalengan Bandung” jawab
Jeki Malam singkat, mendengar jawaban Jeki Malam Pa Guru Didi Mulyadi Samidi tertawa terbahak bahak ‘hua ha ha ha”, hanya Jeki Siang yang bengong melongo tidak paham
apa yang ditertawakan oleh Pa Guru Didi Mulyadi Samidi, tapi perasaannya seperti lain, “perasaan saya ngga
enak neh ada apa ya...? “ begitu gerentes hati Jeki Siang, untuk membuktikan
ada sesuatu yang tidak beres, Jeki Siang langsung bertanya “ Jek..!, Paman kamu
jadi tukang peras di pasar Pangalengan...?”, “ ngga ” Jawab Jeki Malam singkat
sekali, “ jadi Paman kamu memeras apaan..., kalo ngga jadi tukang peras di
pasar mah?” tanya Jeki Siang tambah penasaran.
Dengan santai
Jeki Malam menjawab “ paman saya itu jadi tukang peras susu sapi...Jek.!, bukan
premaaann... hua ha ha ha ”, Pa guru
Didi Mulyadi Samidi tambah keras tertawa melihat muka Jeki
Siang berubah “Hua ha ha ha “, Jeki
Siang sudah kelihatannya jengkel luar biasa “ grmm grmmm” mulai nggerem kayak kucing mao berantem..., mao
menerkam lawannya.
Melihat
kondisi ini, dengan cepat Pa Guru Didi Mulyadi Samidi mengambil tindakan “ sabar ...sabar....Jek !”, Jeki
Siang rupanya tidak terima dengan kejadian ini, dia merasa dilecehkan...,
sebetulnya dia ingin membantu Paman Jeki Malam agar bisa keluar dari pekerjaan
hina.. menjadi tukang peras, ternyata Paman Jeki Malam itu, jadi tukang peras
susu sapi “untung ada Pa Guru..., kalo ngga ada dah saya telan bulet bulet tuh
si Jeki Malam”, mendengar perkataan Jeki Siang , Jeki Malam hanya terkekeh dan
berkata “satu satu...he’he’he’”, “
satu satu dimana...???”, “ ente masih inget “kopi dangdut...???” Jek !” jawab
Jeki Malam, untuk beberapa sesaat jeki Siang bengong dan he’he’he’, “ betul ..Jek !, satu satu”, melihat hal itu Pa Guru
Didi Mulyadi Samidi memberikan acungan jempol kepada kedua Jeki
ini, “ naah harus begitu hidup
kalo mao hidup rukun, damai..., tidak ada yang ingin menang mutlak, salah satu
menyadari atau mengalah untuk kepentingan bersama, walapun di TV banyak
diperlihatkan suatu budaya baru yang jauh dari nilai nilai budaya kita yang mengutamakan
kebersamaan, ...itu jangan ditiru oleh kita”.
Rupanya
kongres ini berlangsung seru ..., bahkan cenderung gaduh.., tapi kegaduhan
ini tidak mengganggu kosentrasi tidurnya Pa RT Junot dan
Mang Juneh Pantes...., bahkan ngorok
mereka bertalu
talu.
Setelah
tertawa mereka reda, “ ceritanya nyampe mana Pa Guru ane lupa neh” Jeki Malam
nyeletuk, “hmmm kalo ngga salah nyampe “hidup kita harus kaya”” , “ ya terusin
Pa Guru...”, “ yeeh Jek sopan dikit atuh... ini Guru kitaaa” Jeki Siang agak sewot
dan sedikit melotot, “juga kamu jangan memotong kalimat..., apalagi
membelokannya...., bikin keder aja”,
“ siap..., baik” timpal Jeki Malam.
“Baik kita
terus kan kongres ini, hidup kaya itu tujuan .., tapi yang penting prosesnya,
harus normal sesuai dengan norma sosial, aturan negara dan sebagainya, jangan
melanggar aturan yang ada, karena Tuhan itu tidak buta.., beliau Maha
Mengetahui, “kenapa Pa Guru kita tidal
boleh melanggar aturan yang ada...???” Jeki Malam bertanya, “ Jek...!, kamu
harus tahu bahwa rusaknya dunia ini, diakibat kan oleh ulah manusia itu
sendiri”, “ semodel kita ini..??” tanya Jeki Malam, “tuh kan kamu mah suka motong
kalimat aja..., Pa guru belon selesai ngomong...kamu jangan potong kalimatnya”
Jeki Siang memberi peringatan terhadap Jeki Malam, “betul... bukan oleh orang
seperti kita, kita mah bisa apa..., modal ngga punya..., pertemananpun tidak
luas..., anak buah ngga punya, ini biasanya dilakukan oleh terutama manusia manusia yang mengutamakan
sifat serakah, kemaruk, ingin menang
sendiri, tidak boleh orang lain senang, rata rata mereka menghalal segala cara
untuk mencapai tujuan, tanpa peduli dengan norma dan aturan, karena terlena
dengan tujuan duniawi, “ kenapa mereka berbuat begitu....???” tanya Jeki Siang,
“ mereka berbuat begitu karena mereka miskin, jadi mereka berbuat semaunya”,
“lah kata pa Guru tadi..., jadi orang kaya banyak bahayanya...., terus yang merusak
dunia ini berikut tatanan sosialnya adalah orang miskin...., ane jadi keder neh, mana yang bener...., mana
yang kudu diikuti...., jadi orang kaya ato jadi orang miskin....” tanya Jeki
Malam dengan muka kebingungan, “ kamu berpendapat begitu..., itu arti
menyimak..., muka bumi ini atau dunia ini rusak oleh orang orang miskin, maka
nya ada bunyi dalil atau apalah saya tidak tahu
yang berbunyi “Tuhan membenci orang miskin”, karena apa.. Jek...??” tanya Pa
Guru Didi Mulyadi samidi kepada Jeki Malam, “
ngga tau Pa Guru “ jawab Jeki Malam agak sedikit jengkel, karena pelaku perusak
dunia ini berikut tatanan sosial, ekonomi dan lain sebagainya adalah orang
miskin, “ gimana seh, ane diciptakan oleh Tuhan, dijadiin orang miskin juga
oleh Tuhan, sekarang dibenci oleh Tuhan.., karena jadi orang miskin....., ini
gimana seh maunya Tuhan ini, ane jadi keder
neh” gerentes hati Jeki Malam, “
karena jadi orang miskin itu dekat sekali dengan kufur atau kekufuran “,
“waah ane rugi dong dijadiin orang
miskin ama Tuhan...” tanya Jeki Malam, Pa Guru mendegar pertanyaan Jeki Malam
yang polos beliau tertawa ha ha ha ha
“, “ yeeeh pa Guru mah malah
tertawa...?” tanya Jeki Siang, “tenang jek..!, memang…., bahasa Tuhan itu bahasanya yang kita tidak
mengerti”, “waduh tambah puyeng aja neh kepala he’ he’ he’ , “ betul Jek.!, kamu mengerti ngga kamu ama Tuhan
sekarang kamu ini masih dijadikan orang miskin?” tanya Pa Guru Didi
Mulyadi samidi, “ ngga pa Guru” jawab Jeki Malam dengan cepat, “kamu tahu bakal
lahir dari orang tua yang miskin?”, “ngga Pa Guru”, “ apakah kamu waktu mao
dilahirkan ke dunia ini , apakah kamu minta kepada Tuhan agar dilahirkan dari
orang tua kaya raya?”, “ngga pa Guru” jawab jeki Malam dengan lancar, “ kamu
ingin tahu jawabannya kamu miskin”, “ pengen pa Guru, gimana caranya?”,
“barangkali aja, karena cara ini belum tentu berhasil bagi orang lain, karena
banyak cara untuk mencapainya, sebanyak napas makhluk”, “ pertama kamu harus
banyak tafakur dan tasyakur, dan harus tetap bekerja dengan dibarengi dengan
sikap sabar dan tawakal, karena sikap sabar ini dapat menyuburkan rezeki kita”,
“kapan dilaksanakannya???” tanya jeki Siang yang sedari tadi hanya banyak
mendengarkan, “ tiap ada waktu kita harus melakukan itu, lebih ideal setelah
sholat, baik itu sholat wajib atau sholat sunat, insya Allah kita mendapatkan
apa yang kita inginkan seperti jawaban jawaban yang kita tidak mengerti,
kemudahan kemudahan yang kita dapat, dan yang lainnya, “ jadi ini dapat merubah
hidup ane pa Guru..?”, “ insya Allah bisa..!, bagi beliau tidak ada yang tidak
mungkin di dunia ini”, “ pada hakekatnya yang disebut miskin dan kaya itu hanya
istilah pelaksanaan dalam kehidupan di dunia ini, toh pada waktu kita meninggal
semua harta kita, tidak ikut dengan kita ke akherat, justru Tuhan hanya menilai
ibadah makhluknya bukan dari kaya atau miskin hartanya, tapi dari hatinya
miskin atau kaya, jadi…., kamu Jek..!, jangan berkecil hati walaupun dalam
keadaan serba darurat, dimata Tuhan belum tentu”, “ hmmm… jadi pada intinya
adalah hati kita ya pa Guru.?”, “betul Jek.!”, “yang merusak tatanan sosial itu
sebenarnya adalah orang yang miskin hatinya, bisa orang kaya yang miskin
hatinya, bisa orang miskin yang hatinyapun miskin”, “berbahaya apabila orang
miskin harta miskin hatinya, bisa jadi curaling,
cecermed, atau perbuatan negatif lainnya, lebih lagi kalo orang kaya yang
miskin hatinya, akan lebih parah lagi merusaknya..bukan begitu pa Guru..?” Jeki
Siang ikut menimpalinya, “ betul Jek.!, orang kaya itu punya power, punya dana
lebih , punya anak buah yang banyak, jadi lebih cepet bertindaknya dibanding
dengan orang miskin, karena ngga punya power, ngga punya modal banyak, bahkan
banyak perbuatan yang diluar nalar kita atau logika kita.
Walaupun kondisi malam sudah mendekati waktu subuh mereka dengan senang
hati masih melanjutkan kongres di pos ronda, dan Mang Juneh Pantes berikut Pa
RT Junot masih tetap pada posisi masing masing dengan dengkuran yang bertalu
talu seperti berbalas pantun he’he’he’.
Dengan mata yang berbinar binar penuh semangat ingin tahu lebih dalam
tentang apa yang dikatakan oleh Pa Guru Didi Mulyadi Samidi, Jeki Siang
melontarkan pertanyaan “contohnya apa..?? Pa Guru, yang dimaksud dengan
perbuatan yang diluar nalar kita atau logika kita”, “kamu sering melihat di
TV, KPK atau Bareskrim menangkap pejabat
Pemerintah atau pejabat DPR atau pejabat DPRD dan kroni kroninya, karena mereka
bermetamorfosis dengan sempurna menjadi
penjahat, padahal menurut logika kita yang dhoif
ini, mereka tidak perlu melakukan itu, karena mereka adalah orang kaya
sebelumnya, dan hampir semua kebutuhannya sudah difasilitasi, dan mereka selama
ini tidak kelaparan, jadi mereka tidak perlu melakukan hal yang memalukan itu,
“ betul pa Guru…!!, pantes negeri tercinta ini seperti masih jauh dari cita
citanya yaitu menuju masyarakat yang adil dan makmur, masih banyak orang orang
model begitu, kira kira menurut pa Guru harus tipe pemimpin model apa yang
paling pas atau paling ideal untuk memimpin negeri tercinta ini…?” timpal Jeki
Siang dengan diteruskan sebuah pertanyaan, “waduuuuhh kenapa pertanyaan belok
ke sini ya…, ini pertanyaan politik…, saya jadi takut untuk menjawabnya” jawab
Pa Guru Didi Mulyadi samidi, “ kenapa takut…?, katanya kita harus menghargai
pendapat orang lain, walaupun berbeda dengan kita, dan katanya kita dijamin
oleh UU untuk berpendapat”, “laah kamu mah mancing mancing saja…, yang saya
takutkan pendapat saya ini diplintir
oleh orang miskin, nanti jadi urusan panjang”.
Pa Guru Didi Mulyadi Samidi diam sejenak seperti sedang memikirkan
sesuatu, tidak lama kemudian suara pelan terdengar dari mulut Pa Guru Didi
Mulyadi Samidi “ baik lah tapi saya mohon maaf dulu kalau jawabannya saya ini
menyalahi aturan yang berlaku, jangan diambil hati, saya orang dhoif yang diminta jawaban atas
pertanyaan Jeki Siang, “yaah malah pidato bapak mah he’he’he’ “, celetuk Jeki Malam, “ diem Jek “ pinta Jeki Siang
kepada Jeki Malam, “ini juga jawaban kira kira ya…, belum tentu benar…, menurut
saya masyarakat yang adil dan makmur akan tercapai apabila negeri ini dipimpin
oleh pemimpin yang bermental “budak angon” he’he’he’”
, mendengar jawaban ini kedua Jeki saling berpandangan dengan kening yang berkerut,
tanda kebingungan.
bersambung bagian ketujuh…..
Penjelasan
bahasa aneh menurut Anda pada tulisan di atas ini.
1.kadang kadang = tidak tentu
2.jampe = mantera/do’a
3.menpan = ampuh
4.doraka = durhaka
5.tojaiah = bertentangan
6.purda daksi = asal darimana? pulang kemana?
7.keder = bingung
8.kemaruk = serakah